XI WAJIB Dari Tanam Paksa ke Pergerakan Nasional
Salah satu persitiwa
paling menyedihkan selama kurun waktu 1816-1942 ini adalah Zaman Tanam Paksa
(1830-1870). Mengapa sampai ada tanam paksa? Apa tujuannya, lalu mengapa
kebijakan ini demikian menyakitkan dan menyedihkan bagi orang Indonesia? Kita
akan lihat di bawah ini…
Setelah Perang melawan
Napoleon berakhir pada tahun 1815, Kerajaan Belanda mengalami kehabisan duit
(defisit). Ditambah lagi dengan biaya perang dengan Belgia yg sebelumnya
menjadi wilayah jajahan Belanda. Kemudian ditambah lagi dengan biaya perang di
Indonesia. Kalian tentu pernah dengar Perang Diponegoro (1825-1830) Perang
Paderi (1812-1837), semua perang ini membutuhkan biaya yg besar. Diperkirakan
untuk Perang Diponegoro saja butuh biaya 20 juta Gulden (mungkin sudah
Triliunan Rupiah sekarang), semua perang ini membuat kosong kas Negara Belanda.
Di
tengah kesulitan ini, muncul seorang Belanda bernama Van Den Bosch, dengan
rencana yg kita kenal dengan nama Cultuur Stelsel (Sistem Penamaan). Gampangnya,
system ini adalah mewajibkan rakyat jawa menanam tanaman yg laku di
pasaran internasional .
Sebenarnya secara Teori Sistem ini bagus kita lihat ketentuan awalnya:
1. Penduduk
menyediakan sebagian tanahnya untuk ditanami tanaman yg laku di pasaran
internasional, dan tidak lebihd ari 1/5 dari jumlah tanah.
3. Pekerjaan
yg diperlukan untuk menanam tanaman ekspor tsb tidak boleh melebihi pekerjaan
untuk menanam padi
4. Tanah
yg digunakan untuk Cultuur Stelsel bebas dari pajak
5. Hasil
dari tanaman tersebut diserahkan kepada Pemerintah Belanda, jika harganya
ditaksir melebihi pajak yg harus dibayarkan (artinya ada kelebihan uang) maka
sisa nya dikembalikan kepada rakyat.
6. Kegagalan
panen yg bukan diakibatkan oleh kesalahan petani akan ditanggung oleh pemerintah
7. Bagi
rakyat yg tidak punya tanah, akan dipekerjakan di pabrik-pabrik pemerintah
selama 65 hari / tahun.
8. Pelaksana
Cultuur Stelsel di lapangan adalah penguasa pribumi (orang Indonesia) sementara
orang Belandanya hanya sebagai pengawas. (enak aja tinggal ongkang kaki)..
Namun pada prakteknya ke 8
ketentuan di atas dilanggar oleh Belanda. Luas tanah yg digunakan untuk Cultuur
Stelsel bahkan lebih dari 1/5. Tanah yg digunakan tetap dipajakin, gagal panen
kagak diganti (kan petani udah habis duit buat modal tanam, gagal panen ya
makin miskin udah). Yg ga punya tanah malah ga hanya 65 hari kerja di pabrik
bahkan lebih dari itu. Pokoknya prakteknya sama sekali tidak seperti teori yg
di atas….
Dampaknya apa ya pak,
system Cultuur Stelsel ini???
a. Positif
1. Rakyat
Indonesia mengenal jenis tanaman baru
2. Rakyat
Indonesia mengenal jenis tanaman dagang yg bisa diekspor
|
b. Negatif
1. 1.
Kemiskinan
dan penderitaan fisik dan mental yg berkepanjangan
2. 2.
Beban
pajaknya sangat berat
3. 3.
Kegagalan
panen padi.
4. 4.
Kelaparan
dan kematian
5. 5.
Jumlah
penduduk Indonesia menurun (ya iyalah ga bisa makan, dipaksa kerja, ngutang
bwt modal nanam, gagal panen dsb).
|
Setelah sekian lama
mengeruk kekayaan dari bangsa kita, diperkirakan sejak dimulai hingga tahun
1877, keuntungan yang didapat Belanda dari tanam paksa sekitar 20 juta Gulden,
bahkan mungkin lebih dan semuanya itu disetor ke Belanda di Eropa sana. Mereka gunakan
buat bangun jalur kereta api, bendungan, jalan raya dsb, makanya mereka ga bisa
sombong, karna apa yg mereka punya sekarang itu semuanya didasari oleh airmata,
darah dan keringat nenek moyang kita dulu. (kok sedih amat ya, bangsa ini)….
Ternyata beberapa
dari orang-orang Belanda ada yg bersimpati terhadap derita yg dialami oleh
bangsa Indonesia. Mereka menuntut agara Pemerintah Belanda mengembalikan
sebagian dari apa yg telah mereka ambil dari Indonesia. Pada akhirnya Ratu
Belanda, Wilhelmina mencanangkan sebuah kebijakan baru yang disebut Politik
Etis pada tahun 1901. Politik Etis ini dilakukan melalui 3 kegiatan besar yaitu
Irigasi, Edukasi dan Migrasi.
Salah satu kebijakan
Politik Etis yaitu Edukasi, ternyata menimbulkan sebuah generasi baru di Indonesia.
Edukasi ini adalah kebijakan membuka sekolah-sekolah meskipun masih terbatas
untuk kalangan atas pribumi. Nah bagaimana dengan rakyat biasa yang tidak punya
orangtua pejabat, yang makan aja mungkin hanya sekali sehari, berpakaian ala
kadarnya dan tinggal di rumah beralas tanah.
Untunglah ada orang
Indonesia yang memikirkan ini. Namanya Wahidin Soedirohusudo. Beliau seorang
dokter yang bersimpati kepada pendidikan anak-anak miskin terutama di Pulau
Jawa. Beliau berkeliling pulau Jawa untuk mengumpulkan beasiswa bagi orang2
miskin ini. Hingga beliau tiba di Batavia dan bertemu dengan murid-murid
STOVIA. Pada akhirnya gerakan yang bermula dari pengumpulan beasiswa ini
berubah menjadi sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan yaitu
Boedi Oetomo. (Budi/kebijaksanaan yg utama), dengan Sutomo sebagai ketuanya.
Pada mulanya anggotanya adalah mahasiswa kedokteran di STOVIA, namun nanti
berkembang dan memiliki banyak anggota dari berbagai kalangan terutama para
priyayi (pejabat2 daerah).
Pada perkembangannya,
Budi Utomo didominasi oleh kaum bangsawan dan ruang geraknya sangat terbatas
yaitu dalam bidang pendidikan. Para kaum muda yang menginginkan gerakan yang
lebih “keras” yaitu memperjuangkan kemerdekaan Indonesia pada akhirnya keluar
dari Budi Utomo. Pada tahun 1924 Soetomo keluar dan membuat organisasi
baru yg disebut Indonesische Studie Club dan berkembang lagi
menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI).
Pada akhirnya
Budi Utomo melebur/bergabung ke dalam PBI hingga membentuk PARINDRA (Partai Indonesia
Raya) pada tahun 1935. Bisa dikatakan dengan bergabungnya Budi Utomo ke dalam
organisasi lain, berakhir pulalah riwayatnya sebagai sebuah organisasi.
Namun yang terpenting
dari semua itu adalah, Budi Utomo telah mengawali sebuah gerakan menuju kemerdekaan
dalam bentuk organisasi. Pemerintah Indonesia akhirnya menetapkan hari
kelahiran Budi Utomo 20 Mei sebagai Hari KEBANGKITAN NASIONAL.
B.
Sarikat Islam.
Selain dari gologan
terpelajar, pergerakan nasional juga dilakukan oleh para pedagang muslim
Indonesia. Bermula dari Sarikat Dagang Islam (SDI) di Kota Solo, bentukan Haji
Samanhudi pada tahun 1911. SDI bergerak dalam bidang ekonomi, yaitu
memperjuangkan nasib para pedagang batik pribumi di Solo dalam menghadapi
persaingan dengan pedagang China.
Setahun kemudian SDI
berubah nama menjadi Sarekat Islam (SI) dan dipimpin oleh Haji Oemar Said (HOS)
Tjokroaminoto. Perubahan nama ini ternyata untuk memperluas jangkauan
organisasi, sehingga yg menjadi anggotanya tidak hanya para pedagang tapi dari
semua kalangan masyarakat. Organisasi ini menentang segala macam bentuk
penindasan dan kesombongan rasialis (merendahkan ras/bangsa tertentu).
Berikut tujuan
didirikannya SI
1.
Mengembangkan jiwa dagang
2.
Memberikan bantuan kepada anggota2 yg mengalami kesulitan
3.
Memajukan pengajaran/pendidikan dan semua yg mempercepat naiknya derajat
bumiputra (orang pribumi)
4.
Menentang pendapat2 yg keliru tentang Islam.
|
SI juga melengkapi organisasinya dengan
sebuah Koran yang disebut Oetoesan Hindia. Koran ini merupakan
Surat Kabar milik SI. Pada perkembangannya, SI disusupi oleh anggota yang
berpaham Komunis. SI cabang Kota Semarang, di bawah pimpinan Semaun dan Darsono
merupakan pelopor masuknya paham komunis ke dalam SI. Pada akhirnya SI
terbelah menjadi dua yaitu SI Merah (yg sudah terpengaruh paham Komunis) dan SI
Putih (SI yg persis seperti pertama kali didirikan). Pada akhirnya disiplin
partai dilakukan.
Para anggota SI yang
sudah komunis, dikeluarkan nantinya mereka membentuk PKI (Partai Komunis
Indonesia). Perpecahan ini menjadi salah satu penyebab melemahnya kekuatan SI
dibandingkan dengan sebelumnya. Hingga pada pada tahun 1930 SI dirubah menjadi
Partai Politik yaitu Partai Sarikat Islam Indonesia.
C.
Indische Partij
Jika ditanyakan apa
organisasi pergerakan yang paling “berani” di awal-awal pergerakan nasional?
Mungkin jawabannya adalah Indische Partij (IP) Organisasi ini didirikan pada 25
Desember 1912, oleh Tiga Serangkai, Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo dan Ki
Hadjar Dewantara.
Douwes Dekker sejak
lahirnya merupakan seorang Indo, dalam perjalanan hidupnya, dia melihat
perlakuan diskriminatif Orang Eropa terhadap pribumi dan Indo. Menurutnya Semua
orang harus berada pada posisi yang sama tidak dilihat dari suku atau rasnya.
Untuk memperjuangkan
pemikirannya ini dia melakukan perjalanan di Pulau Jawa untuk berkampanye, dia
bertemu dengan Tjipto Mangunkusumo dan Ki Hadjar Dewantara, bersama mereka
mendirikan organisasi ini. Pada perkembangannya IP memiliki banyak cabang dan
anggota, yg terdiri dari golongan Indo dan pribumi.
Tujuan utama IP
adalah membangun patriotism semua INDIERS terhadap tanah air yg telah memberikan
lapangan hidup kpd mereka. Semua orang harus bekerjasama memajukan Hindia untuk
persiapan menuju kemerdekaan. Semboyan IP yg terkenal adalah INDIE
VOOR INDIER (Indonesia untuk orang Indonesia). Maka bisa dikatakan
organisasi ini bergerak dalam bidang politik.
Karena bergerak dalam
bidang politik, IP tidak diberikan izin oleh Pemerintah Belanda. Meskipun tidak
diberikan izin IP tidak berhenti mewujudkan cita-citanya. Hal ini bisa dilihat
dari peristiwa pada tahun 1913. Pada saat itu di Indonesia akan diadakan pesta
peringatan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari Penjajahan Prancis.
Perayaan ini tentu
saja melukai hati rakyat Indonesia yang justru dijajah oleh Belanda. Dan
parahnya, Belanda memungut uang dari rakyat sebagai biaya perayaan tersebut. Ki
Hadjar Dewantara menulis sebuah artikel dengan judul “Als ik eens
Nederlander Was” (Andaikan aku seorang Belanda). Artikel ini merupakan
sebuah sindirian pedas kepada Belanda. Yang seperti tidak punya rasa bersalah
dan kepekaan terhadap orang Indonesia.
Akibat sepak terjang
tokoh2 IP ini dianggap membahayakan pemerintah Belanda, pada akhirnya mereka
bertiga diasingkan ke Belanda. Pengasingan ini membuat IP kehilangan pemimpin
dan akhirnya mengalami kemunduran…
Pak ada dampaknya ga pendirian sekolah2
akibat kebijakan Politik Etis di abad ke 20 itu? Jawabannya ada banget…. Kita
lihat di bawah ini!
Orang-orang Indonesia yang sudah selesai sekolah hingga setingkat SMA (HBS dan
AMS) dapat melanjutkan ke Perguruan Tinggi baik itu di dalam maupun di luar
negeri terutama di Belanda. Nah anak2 Indonesia yang bersekolah di Belanda
ternyata tidak hanya belajar. Mereka juga peka dan memikirkan nasib bangsanya yang masih
terjajah, karena mereka membaca cerita2 bangsa2 lain yang dulunya terjajah
sekarang sudah merdeka, mereka ingin mewujudkan Indonesia yang merdeka seperti
itu pula.
Pelajar Indonesia yang di Belanda ini mendirikan perkumpulan yang disebut
Indische Vereniging pada tahun 1908. Perkumpulan ini didirikan oleh Tuan
Kasayangan dan R.N. Notosuroto. Pada tahun 1922, seiring dengan semakin
banyaknya pelajar dari Indonesia datang ke Belanda, perkumpulan ini berubah
nama menjadi Indonesische Vereniging hingga berubah lagi menjadi Perhimpunan
Indonesia (PI).
Pelajar-pelajar muda yang lebih agresif seperti Mohamad Hatta, Ahmad Subarjo
yang baru datang dari Indonesia bergabung menambah habatnya pergerakan
organisasi ini. Belum lagi ditambah bantuan dari 3 serangkai (Pendiri Indistje
Partij) yang diasingkan ke Belanda. Hal ini membuat PI semakin hebat, mereka
juga mendirikan surat kabar bernama Hindia Putra (berubah menjadi INDONESIA
MERDEKA) sebagai sarana menulis pemikiran-pemikiran para pemimpinnya. Namun
pada akhirnya PI mengalami kemunduran, karena para pemimpinnya ditangkap dan
sebagian dari mereka dikirim pulang ke Indonesia karena sudah menyelesaikan
studinya.
Selain pelajar yang bersekolah di luar
negeri, ada juga pelajar yang berkuliah di dalam negeri. Dulu di Indonesia
sudah ada beberapa perguruan tinggi dalam bidang Teknik, Hukum dan Kedokteran.
Salah satunya adalah Bung Karno. Beliau berkuliah di THS (sekarang jadi ITB).
Selain aktif kuliah beliau aktif berorganisasi dan berdiskusi dengan tokoh
politik Indonesia kala itu, yaitu Tiga Serangkai, sebelum mereka diasingkan ke
Belanda.
Singkat cerita Bung Karno membentuk
organisasi baru berbentuk Partai Politik bernama Partai Nasional
Indonesia (PNI), dengan asas Selfhelp, Marhaenisme dan
nonkooperatif. Tujuan PNI adalah Indonesia yang merdeka tapi dengan
usaha sendiri. Mereka bergerak dengan dua pendekatan ke dalam dan keluar.
1.
Dalam : Membangun sekolah, kursus dan membuat Bank-Bank
2.
Luar : Mengadakan rapat umum dan menulis di Koran PNI (Banteng Priangan)
Pada akhirnya PNI mengalami kemunduran
karena para pemimpinnya ditangkap Belanda dan dipenjara. Meskipun dalam
pengadilan Bung Karno membuat pidato pembelaan (pledoi) yang sangat terkenal berjudul
Indonesia Menggugat dia tetap dipenjara. Sepeninggal Bung Karno dan
Pemimpin PNI lain, PNI terpecah menjadi 2 yaitu Partindo dan PNI Baru . Nanti
PNI Baru dipimpin oleh Bung Hatta dan Syahrir. Setelah bebas dari penjara Bung
KArno bergabung dengan Partindo.
Kemudian satu peristiwa yang penting
lagi yaitu Sumpah Pemuda, sebuah gerakan persatuan dari para pemuda Indonesia
dengan mengaku berbangsa satu, bertanah air satu dan menjunjung bahasa persatuan
bahasa Indonesia, mereka juga menyanyikan Indonesia Raya untuk pertama kalinya.
Kesimpulan :
Semua yang kita bicarakan di atas disebut juga Pergerakan Nasional, yaitu
gerakan politik menuju satu cita-cita yaitu negara Indonesia merdeka, yang
dimulai dari Budi Utomo hingga Proklamasi 1945. Salah satu penyebab pergerakan
nasional ini adalah munculnya golongan terdidik atau terpelajar akibat politik
etis yaitu Edukasi, namun ada juga faktor lain seperti di bawah ini:
1.
Eksternal
A.
Kemenangan Jepang atas Rusia tahun 1905.
Ini merupakan kemenangan pertama bangsa
Asia melawan Eropa di zaman modern. Kemenangan ini menginspirasi bangsa Asia
lainnya yang selama ini dianggap sebagai bangsa kelas II, bangsa yang
tertinggal jauh dari bangsa-bangsa Eropa.
B.
Nasionalisme Turki oleh Mustapa Kemal Pasha
Turki sebuah negara Asia di Timur
Tengah. Yang sebelumnya dijuluki “The Sick Man From Europe” berubah menjadi
negara modern dan kuat, di bawah pimpinan Mustapa Kemal Pasha.
C.
Keberhasilan
Revolusi tahun 1911 di China.
Partai Kuomintang pimpinan Sun Yat Sen,
berhasil menggulingkan kekuasaan Dinasti Qing di China dan membuat China
menjadi negara Republik.
D.
Gerakan kemerdekaan kemanusiaan di India yang dipelopori oleh Mahatma Gandhi
Ajaran Satyagraha, Ahimsa, Hartal,
Swadeshinya mampu menggerakkan rakyat India berjuang bersama untuk
meraih kemerdekaan India dari Inggris.
Inspirasi dari dalam (Internal)
1. Kejayaan masa lalu.
Kejayaan masa lalu berarti berbicara tentang
“Indonesia” yang dulu pernah jaya, ketika masih bernama Majapahit dan
Sriwijaya. Kejayaan itu ingin diulang kembali oleh para pendiri bangsa kita,
dan cara satu2nya agar itu bisa terlaksana adalah dengan mengusir Belanda dari
Indonesia.
2. Politik Drainage
(Penghisapan)
Penghisapan ini sudah terjadi sejak VOC
menguasai Indonesia, kita dipaksa membayar pajak (Contingenten) dan penyerahan
wajib (Levarantie). Kemudian dipaksa lagi menanam tanaman ekspor (Tanam Paksa).
Nah kita mau merdeka biar ga diperlakukan seperti itu lagi.
3. Diskriminasi Rasial.
Kebijakan ini juga sangat menyakitkan.
Pada zaman Belanda, di Indonesia ada tiga lapisan masyarakat yaitu EROPA >
TIMUR ASING baru PRIBUMI. Seperti biasa kita selalu terbawah. Kita tidak
dianggap sepenuhnya sebagai seorang manusia merdeka, kita mesti merdeka biar
kita menjadi Tuan di negeri kita sendiri.
Komentar
Posting Komentar