PAS XII WAJIB
Peristiwa
Proklamasi dan Diplomasi selama kurun waktu 1945 hingga 1949 telah kita bahas
di kelas XI. Saat ini kita akan mengulas peristiwa penting bagi Indonesia
sepanjang tahun 1945 hingga Reformasi…. Semoga bermanfaat….
1.
Pemberontakan PKI di Madiun.
Peristiwa ini berawal
dari keputusan Indonesia untuk menyetujui hasil Perundingan Renville. Dalam
hasil perundingan tersebut, Indonesia kehilangan banyak wilayah penting dan
harus memberikannya kepada Belanda. Selain itu pasukan Indonesia harus pindah
dari wilayah yang sudah diberikan kepada Belanda ke wilayah yang dikuasai oleh
Indonesia. Intinya adalah banyak pihak yang kecewa terhadap hasil perundingan
tersebut.
Perdana Menteri Amir Syarifudin yang
menjadi wakil Indonesia dalam Perundingan Renville jatuh dan digantikan oleh
Hatta. Selama Hatta menjadi Perdana Menteri, beliau banyak membuat kebijakan
yang tidak disukai lawan politiknya, salah satunya merasionalisasi dan
merekontruksi angkatan perang.
Salah satunya adalah mantan Perdana
Menteri Amir Syarifudin yang membentuk FDR (Front Demokrasi Rakyat). FDR
menuntut agar Hatta membatalkan Perjanjian Renville. (Perlu diketahui Amir Syarifudin menerima renville tidak lepas dari
tekanan dunia internasional jadi bukan
atas kemauan pribadi). FDR semakin percaya diri dengan kembalinya
salah satu tokoh Komunis Indonesia yg selama ini ada di Uni Soviet (Rusia)
yaitu Musso. Musso dan FDR mengkritik kebijakan Hatta dan Presiden Soekarno
yang dianggap lemah dan mau diajak berunding oleh Belanda. Yang sangat
disayangkan adalah PKI membuat kekacauan di beberapa kota besar di Indonesia
seperti Solo dan menghasut buruh pabrik untuk mogok kerja. Puncaknya Musso dan
kelompoknya mendeklarasikan Republik Soviet Indonesia yang berarti Indonesia
yang berideologi komunis.
Berita ini langsung disambut kemarahan
Bung Karno. Melalui Radio Bung Karno menyampaikan agar rakyat memilih untuk
ikut Musso atau Soekarno-Hatta, dan pada akhirnya rakyat lebih banyak mendukung
Soekarno. Panglima Besar TNI, Sudirman menugaskan Kolonel Gatot Subroto dan
Kolonel Sungkono untuk menumpas pemberontakan tersebut melalui GOM (Gerakan
Operasi Militer). Dengan dukungan rakyat dan tentara akhinya pada 30 September
1948 kota Madiun berhasil dikuasai oleh TNI dan Musso berhasil ditembak mati,
Amir Syarifudin juga berhasil ditangkap dan akhirnya dihukum mati.
2. Pemberontakan Darul
Islam/Tentara Islam Indonesia
Selain menimbulkan pemberontakan
Madiun, hasil Perjanjian Renville juga menimbulkan penolakan dari kalangan
pemimpin Islam yaitu Kartosuwiryo. Kartosuwiryo merupakan salah satu pemimpin
tentara di Jawa Barat. Sudah sejak lama Kartosuwiryo mendambakan Indonesia
merdeka yang berbentuk Islam. Namun pada saat PRoklamasi tahun 1945, Kartosuworyo
mendukung Indonesia di bawah Presiden Soekarno yg menjadi negara nasional bukan
negara Islam.
Namun setelah Indonesia memutuskan menerima
Perjanjian Renvile, Kartosuwiryo berubah haluan. Dia dan 4000 pasukannya
menolak untuk meninggalkan Jawa Barat, sebagai salah satu isi dari Perjanjian
Renvile, sebagai bentuk protesnya, Kartosuwiryo mendirikan Negara Islam
Indonesia (NII) dan membentuk Tentara Islam Indonesia (TII) pada bulan Februari
1949.
Kedua tindakan ini tentu saja
merupakan tindakan makar atau pemberontakan terhadap Pemerintah RI. Akhirnya
pemerintah mengirimkan TNI untuk menumpas pemberontakan ini. Selain tindakan
militer, pemerintah juga sudah mengirimkan utusan yaitu Moh.Natsir untuk
membujuk Kartosuwiryo agar kembali ke pangkuan Ibu pertiwi namun tetap ditolak.
Akhirnya perang tak bisa dihindarkan lagi, TNI memburu pasukan TII dengan menggunakan
taktik pagar betis yaitu dengan menggunakan ribuan tenaga rakyat untuk
mengepung markas TII di sebuah gunung. Selain itu juga digunakan strategi operasi
tempur Bharatayudha. Akhirnya setelah waktu yang lama, yaitu 4 Juni
1962, pemimpin besar NII/TII Kartosuwiryo berhasil ditangkap dan dihukum
mati.
3. NII di Jawa Tengah.
Ternyata
NII di Jawa Barat menginspirasi berdirinya NII di daerah lain salah satunya di
Jawa Tengah. Jika di Jawa Barat dipimpin
oleh Kartosuwiryo, di JAwa Tengah dipimpin oleh Amir Fatah. Dideklarasikan pada
tanggal 23 Agustus 1949, Amir Fatah juga sekaligus mendeklarasikan Tentara
Islam Indonesia, cabang Jawa Tengah. Pemerintah juga menurunkan personel TNI
untuk menumpas pemberontakan ini pada tahun1954, akhirnya NII Jawa Tengah ini
berhasil ditumpas.
5. NII/TII di Aceh.
Pada
bulan agustus 1950, RIS dibubarkan, Indonesia kembali menjadi negara berbentuk
kesatuan yaitu NKRI. Pemerintah mengeluarkan kebijakan penyederhanaan
administrasi pemerintahan. Salah satunya
adalah penurunan status beberapa daerah. Aceh yang sebelumnya berbentuk Daerah
Istimewa turun menjadi karesidenan (setingkat kabupaten)di bawah Provinsi
Sumatera Utara. Tentu saja kebijakan ini mendapat penolakan dari warga Aceh,
salah satunya Gubernur Militer Aceh yaitu Daud Beureuh. Dia menuntut agar Aceh
diberikan otonomi khusus, sebagai daerah istimewa karena merupakan daerah yang
mayoritas penduduknya beragam Islam. Masyarakat dan pemimin Aceh pun sejak dulu
mau bergabung dengan indonesia karena Soekarno menjanjikan bahwa Aceh akan
dibiarkan hidup dalam syariat islam itulah keistimewaaanya dibanding daerah
lain di Indonesia. Namun yang terjadi
justru sebaliknya .
Akhirnya pada tanggal 20 September
1953, ia memproklamasikan Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia
pimpinan Kartosuwiryo. Setelah itu
Beureueh dan pasukannya melakukan gerakan untuk menguasai kota-kota di Aceh dan
menjelek2kan pemerintah RI. Pada akhirnya TNI diturunkan untuk memadamkan
pemberontakan ini dan perang jadi berlarut-larut.
Pada akhirnya Soekarno dan Hatta
megnadakan perundingan dengan Beureuh. Agaknya strategi ini berhasil, pada
tahun 1961 Beureuh turun gunung dan menyatakan kembali bergabung dengan
NKRI.
6. PRRI/Permesta.
Pemberontakan
ini diawali karena ketidakpuasan sebagian pemimpin militer di daerah akan
ketimpangan pembangunan di pusat dan daerah. Akhinrya mereka membentuk Dewan2
Militer Daerah seperti Dewan Banteng di Sumatera Barat (Kolonel Achmad Husein),
Dewan Gajah di Medan (Kolonel Simbolon), Dewan Garuda di Sumatera Selatan
(Letkol Barlian) dan Dewan Manguni di Manado (Kolonel Ventje Sumual).
Puncaknya 10 Februari 1958 diadakan
rapat raksasa di Padang yang dihadiri pemimpin Dewan-Dewan Militer tadi. Ketua Dewan Banteng, Achmad Husein
menyampaikan ultimatum kepada pemerintah pusat yagn salah satu isinya agar
Kabinet Juanda mundur dari jabatannya dan menyerahkan tampuk kekuasaan ke
Mohamad Hatta. tuntutan ini ditolak oleh
pemerintah pusat. Pemerintah akhirnya
memecat secara tidak hormat pemimpin2 Dewan Militer tersebut
.Akhirnya 15 Februari 1958 Achmad
Husein memproklamasikan berdirinya Pemerintahan Revolusionel Republik Indonesia
(PRRI) dengan Syarifudin Prawiranegara sebagai Perdana Menterinya.
Proklamasi ini mendapat dukungan dari
Kolonel DJ Somba di Sulawesi. Dia menyatakan Sulawesi Utara dan Tengah
bergabung dengan PRRI dan memutuskan hubungan dengan Pemerintah RI. Akhirnya
pemerintah melakukan operasi militer yg disebut Operasi 17 Agustus yang
dipimpin oleh Letnan Kolonel Ahmad Yani untuk menumpas pemberontakan PRRI
ini.
Ternyata pemberontakan ini mendapat dukungan
dari Amerika Serikat, buktinya sebuah Pesawat Perang Amerika tertembak jatuh
oleh pasukan Indonesia. PEsawat ini dikendalikan oleh Alan Pope. Pada akhirnya
pemberontakan PRRI dapat ditumpas dan akhirnya para pemimpinnya menyerahkan
diri kepada TNI.
7. Angkatan Perang Ratu
Adil (APRA)
Pada
tahun 1950 setahun setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia melalui
Konfrensi Meja Bundar (KMB), Indonesia masih berbentuk RIS atau negara serikat
yang terdiri dari negara-negara bagian. Namun pada tahun 1950 negara-negara
bagian itu ingin bergabung dalam bentuk negara kesatuan bukan serikat.
Keinginan
ini ditentang oleh beberapa pihak, salah satunya dari gerakan Angkatan
Perang Ratu Adil (APRA). APRA dipimpin oleh salah seorang tentara
Belanda bernama Kapten Raymond Westerling. Pada saat itu beredar mitos di masyarakat akan datangnya Ratu Adil yang akan
menyelamatkan rakyat setelah bertahun2 susah akibat perang berkepanjangan. Nah
tentara ini bertujuan untuk meyakinkan rakyat bahwa merekalah Ratu Adil itu,
padahal tujuan sebenarnya dari gerakan itu adalah mempertahankan negara
Pasundan (Jawa Barat sekarang) dan APRA
menjadi tentaranya, agar tidak bergabung dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
23 Januari 1950 dengan kekuatan 800
personel tentara, APRA menyerbu Kota Bandung dan secara ganas membunuh anggota
APRIS (tentara Indonesia Serikat) yang mereka jumpai. Mereka juga berhasil
menduduki markas TNI dan membunuh Letnan Kolonel Lembong.
Pemerintah segera bereaksi, tentara
APRIS lain dikirimkan ke Bandung untuk melumpuhkan upaya pemberontakan
tersebut. Pada akhirnya APRIS berhasil
melumpuhkan APRA, sayangnya Westerling berhasil kabur ke luar negeri dan
tidak pernah diadili atas kekejamannya hingg akhirnya meninggal di Belanda.
8. Pemberontakan Andi
Azis
Tidak hanya di Jawa Barat di daerah
Sulawesi yang dulu bergabung dalam Negara Indonesia Timur (bagian dari RIS)
juga terjadi pro kontra tentang pembubaran RIS menjadi bentuk negara
kesatuan. Akhirnya terjadi demonstrasi
antara kelompok pro kontra tersebut, sampai kemudian TNI (APRIS : Angkatan
Perang REpublik Indonesia Serikat), menurunkan pasukannya untuk mengamankan
situasi di Sulawesi. Kedatangan pasukan TNI dari Jawa tersebut mengancam
kedudukan kelompok pendukung RIS tersebut.
Akhirnya mereka bergabung ke dalam Pasukan Bebas di bawah pimpinan Kapten Andi
Azis.
5 April 1950 Kapten Andi Azis dan
pasukannya menyerang markas TNI di Makassar, mereka berhasil menguasai Lapangan
Udara, Pusat Telekomunikasi, Pos Militer. Atau dengan kata lain Andi Azis dan
pasukannya sudah berhasil mengambil alih Makassar. Pemerintah mengeluarkan
instruksi agar dalam waktu 4 x 24 jam Andi Azis harus menyerah dan melaporkan
diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Namun Andi Azis tidak melapor hingga waktu
yang ditentukan habis, TNI mengirimkan pasukan lain di bawah Komando Kolonel
A.E. Kawilarang untuk menumpas pemberontakan itu, pada akhirnya Andi Azis dan
pasukannya berhasil ditangkap dan diadili.
10. Republik Maluku Selatan.
Oke
ini yang terakhir, NIT (Negara Indonesia Timur) mencakup seluruh kepulauan
Sulawesi dan Maluku, kecuali Irian Jaya, karena menurut KMB, IRian akan
dibicarakan setahun setelah KMB. NIT punya seorang Jaksa Agung bernama
Christian Robert Steven Soumokil untuk mudahnya kita singkat saja Soumokil.
Ternyata
Soumokil bergabung ke dalam Pasukan Bebas pimpinan Andi Azis, namun ketika
pasukan Andi Azis behasil ditangkap, Soumokil berhasil melarikan diri ke Ambon,
Maluku dan memproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS) pada
tanggal 25 April 1950.
Pemerintah
memilih jalur damai untuk mengatasi pemberontakan ini. Dengan mengirimkan tokoh
Maluku bernama dr.Leimena untuk mengadakan diplomasi dan pembicaraan dengan
Soumokil, namun ditolak. BUkannya
berdamai Soumokil malah meminta dukungan kepada BElanda dan Amerika Serikat
untuk mengakui RMS.Karena upaya Diplomasi gagal, pemerintah mengirimkan tentara
untuk memadamkan pemberontakan, dipimpin oleh Kolonel Kawilarang dan berhasil.
Masa Demokrasi Liberal di Indonesia
(1950-1959)
Demokrasi
Liberal atau Demokrasi Parlementer merupakan sebuah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan sistem pemerintahan yang digunakan oleh Indonesia pada
kurun waktu tahun 1950-1959. Pada masa
ini Indonesia menggunakan UUD 1950 Sementara dan sistem pemerintahan
Parlementer. Artinya Kabinet bertanggungjawab kepada parlemen (DPR) bukan
kepada Presiden. Kabinet dipimpin oleh seorang Perdana Menteri, sementara itu
Presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara saja (symbol).
Pada zaman Demokrasi Liberal (Parlementer)
ini, kabinet-kabinet yang mengelola pemerintahan sehari-hari tidak berumur
panjang, karena di tengah jalan dijatuhkan oleh Mosi Tidak Percaya
partai-partai politik yang ada di Parlemen (DPR). Berikut beberapa kabinet yang
pernah memerintah dalam kurun waktu tahun 1950-1959 tersebut.
1. KAbinet
Natsir.
Kabinet
ini mempunyai program utama mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi,
namun masih gagal. Oleh karena dianggap gagal, muncul mosi tidak percaya dari
Parlemen, hingga kabinet ini jatuh dan mengembalikan mandat kepada Presiden
Soekarno.
2. Kabinet
Sukiman.
Setelah
Kabinet Natsir jatuh, Soekarno menunjuk Sukiman Wirjosanjojo untuk membentuk
kabinet baru, untuk kemudian kabinet ini sering disebut Kabinet Sukiman.
Kabinet ini juga pada akhirnya jatuh karena Kabinet ini dianggap menodai
kebijakan politk luar negeri bebas aktif dengan cara menerima bantuan militer
dan ekonomi dari Amerika Serikat yang disebut MSA (Mutual Security Act).
AKhinrya kabinet ini jatuh dan Sukiman mengembalikan mandat kepada Soekarno.
3. KAbinet
Wilopo
Setelah
kabinet Sukiman jatuh, SOekarno menunjuk Wilopo membentuk kabinet baru. Kabinet
ini menghadapi situasi ekonomi negara yang sangat sulit. JUga banyaknya
pemberontakan di Sumatera dan Sulawesi. Namun yang paling pelik adalah soal
peristiwa Tanjung Morawa. Di mana aparat keamanan dengan kekerasan mengusir
petani yang menggarap tanah perusahaan DPV di Tanjung MOrawa, 5 orang petani
tewas. Akibat peristiwa ini, muncul mosi tidak percaya dan kabinetnya jatuh.
4. Kabinet
Ali Satroamijoyo I
Akhirnya
Soekarno menunjuk Ali Sastroamijoyo membentuk kabinet baru. Pada masa ini terjadi pemberontakan DI/TII di
Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Aceh. NAmun pada masa ini pula Indonesia
berhasil menyelenggarakan event internasional yaitu Konfrensi Asia Afrika di
Bandung.
Pada masa pemerintahan Kabinet ini juga
dikenal kebijakan ekonomi Ali-Baba yang berarti pengusaha non pribumi (baba)
membantu pengusaha pribumi (Ali) supaya mampu bresaing, dengan cara diberikan
pelatihan2 menjadi staf. Intinya pemerintah berharap pengusaha pribumi
bekerjasam dengan pengusaha non pribumi. Sebagai imbalannya pemerintah memberi
lisensi dan bantuan kredit kepada pengusaha non pribumi. Tapi pada akhirnya
program ini gagal karena pengusaha pribumi hanya dijadikan alat untuk mendapat
bantuan kredit dari pemerintah.
Kabinet ini jatuh karena persoalan
pergantian kepemimpinan di lingkungan TNI AD, dan juga karena dianggap tidak
mampu mengelola ekonomi Indonesia. Akhirnya Ali mengembalikan mandate kepada
Soekarno.
5. Kabinet
Burhanudin Harahap.
Pada
masa pemerintahan kabinet ini diselenggarakan Pemilihan Umum pertama sejak
Indonesia merdeka. Pemilu dilakukan sebanyak 2 kali. 29 Seetmber 1955 untuk
memilih anggota DPR, dan 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Dewan
Konstituante. Konstituante adalah badan indpenden yang akan membentuk UUD baru
menggantikan UUD 1950 Sementara yg
digunakan selama masa Demokasi Liberal (ngerti kan ya?). PNI,MASYUMI, NU dan
PKI menjadi 4 besar pemenang Pemilu ini.
Kabinet ini dianggap berhasil melakukan tugasnya menyelenggarkan pemilu.
Karena itu perlu dibentuk kabinet baru, karena tugasnya sudah selesai.
6. Kabinet
Ali II
Ali
Sastroamijoyo kembali dipercaya Bung Karno membentuk Kabinet baru, Kabinet ini
jatuh karena banyaknya pembeontakan dan tuntutan dari daerah terutama
Dewan-Dewan militer yang ada di daerah (Pemberontakan PRRI?Permesta : lihat
kisahnya di atas). . Akhirnya Ali menyerahkan mandate kepada Presiden.
7. Kabinet
Juanda.
Ini
meupakan kabinet terakhir di masa Demokrasi Liberal. Kabinet ini disebut juga kabinet ZAKEN (Ahli)
karena mayoritas diisi menteri-menteri dari kalangan professional bukan anggota
partai. Kabinet ini mempunyai tugas
utama menyelesaikan persoalan pemberontakan di daerah. Hingga dilakukan MUNAS (Musyawarah
pembangunan nasional) untuk mendengarkan usulan atau aspirasi dari daerah.
Namun upaya ini gagal, bahkan pada masa kabinet ini juga terjadi upaya
pembunuhan terhadap Presiden Soekarno. Peristiwa in terjadi pada saat Soekarno
sedang menjemput anak2nya di Perguruan Cikini, Jakarta Pusat. Namun pada saat
kabinet ini pulalah Indonesia berhasil memberikan sumbangan kepada dunia
internasional tentang hukum perbatasan laut antar negara yang dikenal dengan
DEKLARASI JUANDA. Yaitu bagaimana cara mengukur wilayah laut suatu negara dari
daratannya.
Demokrasi Terpimpin.
(1959-1967)
Demokrasi Terpimpin adalah sebutan
untuk zaman di mana Indonesia berada di bawah kekuasaan Presiden Soekarno sejak
Juli 1959 hingga 1967. Pak, bukankah Soekarno menjadi presiden sejak tahun
1945? Mengapa zaman Demokrasi Terpimpin mulai dihitung sejak tahun 1959?.
Zaman Demokrasi Terpimpin juga
merupakan istilah ketika Indonesia dipimpin oleh Soekarno sebagai Kepala Negara
sekaligus Kepala Pemerintahan. Sedangkan mulai bulan November 1945-Juli 1959
Soekarno hanya sebagai Kepala Negara atau simbol saja, tanpa wewenang apapun
dalam jalannya pemerintahan sehari-hari.
Sejak 17 Agustus 1950, Indonesia
menganut sistem Demokrasi Liberal atau Demokrasi Parlementer. Di mana
pemerintahan sehari-hari dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Sejak tahun 1950-1959 sudah ada sekitar 7
perdana menteri yang hampir setiap tahun berganti karena berbagai persoalan.
Sebut saja, Natsir, Ali Sastroamijoyo, hingga Djuanda. (Lihat atas)
Dewan Konstituante hampir merampungkan
tugasnya membuat UUD baru, namun mereka terpecah ketika menentukan dasar negara
yang akan dicantumkan di UUD tersebut. Mereka terpecah menjadi 3 yaitu
pendukung Dasar negara Islam, Pancasila dan Sosial ekonomi, akhirnya lembaga
ini tidak pernah mencapai kesepakatan tentang dasar negara tersebut.
Melihat situasi politik yang sangat
tidak stabil inilah, Soekarno menawarkan sebuah konsepsi untuk menyelesaikan
persoalan tersebut. Intinya konsepsi Soekarno ini menginginkan
sistem demokrasi liberal perlu diganti dengan
sistem demokrasi terpimpin,
Situasi politik pada akhir Demokrasi
Liberal (1959) yang semakin tidak menentu
membuat Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit pada tanggal 5 juli 1959
yang isinya :
A. Pembubaran
Konstituante
B. Tidak
berlakunya UUD 1950 (Sementara) dan berlakunya kembali UUD 1945.
C. Pembentukan
MPRS dan DPAS
Dekrit
ini langsung mendapat dukungan dari Angkatan Darat. Kepala Staf Angkatan Darat,
Jenderal AH. NAsution bahkan memerintahkan kepada seluruh jajaran tentara
Angkatan Darat untuk melaksanakan dan mengamankan Dekrit tersebut. Mahkamah
Agung malah menguatkan Dekrit ini artinya sah secara hukum.
Dengan diterbitkannya Dekrit tersebut,
berakhirlah masa Demokrasi Liberal di Indonesia. Digantikan oleh sistem
Demokrasi Terpimpin. UUD 1950 (Sementara) tidak digunakan lagi, Indonesia
kembali menggunakan UUD 1945.
Dengan digunakannya kembali UUD
1945, Indonesia masuk ke sistem Presidensial di mana Presiden Soekarno
bertindak sebagai Kepala Pemerintahan sekaligus Kepala Negara. Indonesia
memasuki zaman di mana kekuasaan Soekarno sangat besar, semua kekuasaan
terpusat di Soekarno.
Setelah Dekrit dikeluarkan Kabinet
Juanda dibubarkan, kemudian diganti Kabinet Kerja. Setelah kabinet baru
dibentuk, dibentuk pula Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS). Anggotanya ditunjuk dan dipilih oleh
presiden. MPRS diketuai oleh Chaerul
Saleh dengan tugas menetapkan GBHN (Garis Besar Haluan Negara).
Kemudian dibentuk pula DPAS (Dewan
Pertimbangan Agung ) yang nantinya mengusulkan Pidato Presiden berjudul “Penemuan
Kembali Revolusi Kita” (yang
dibacakan sebagai pertanggungjawaban atas dikeluarkannya Dekrit tahun 1959) menjadi
Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Setelah itu dibentuk pula Front
Nasional yaitu sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita proklamasi
dan UUD 1945. Front ini diberi tugas untuk 1. menyelesaikan revolusi Indonesia,
2. melaksanakan pembangunan nasional dan 3. mengembalikan Irian Barat ke
pangkuan Indonesia. Demikian beberapa lembaga negara yang dibentuk pada
masa-masa awal Demokrasi Terpimpin.
Kebijakan
Soekarno pada zaman Demokrasi Terpimpin.
1.
Integrasi Irian Barat.
“Irian Barat akan
dikembalikan kepada Indonesia setahun setelah KMB ditandatangani”.
Demikianlah salah satu isi dari
Konfrensi Meja Bundar yang dilaksanakan pada tahun 1949. Namun setelah setahun
berlalu Belanda belum juga memberikan Irian Barat kepada Indonesia. Pada zaman
Demokrasi Liberal (1950-1959) pemerintah Indonesia sudah berkali-kali melakukan
diplomasi terkait dengan hal tersebut. Selain diplomasi Indonesia juga
melancarkan serangkaian konfrontasi ekonomi dan politik.
Konfrontasi ekonomi pada tahun 1957
dilakukan dengan cara
1.
Melakukan mogok buruh di perusahaan Belanda,
2.
Melarang penerbangan Belanda
3.
Memboikot kepentingan-kepentingan Belanda di Indonesia.
Cara-cara
ini teryata belum berhasil, Indonesia menambahkan kofrontasi politik dengan
cara memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda. Namun cara-cara di atas
belum juga berhasil. Belanda masih menunda untuk mengembalikan Irian Barat ke
Indonesia. Soekarno juga berpidato di PBB yang diberi judul “TO
BUILD WORLD A NEW “
Pada tahun 1960, Soekarno memutuskan
untuk menghentikan cara-cara diplomasi. Soekarno mengutus Jenderal AH Nasution
untuk meminta bantuan senjata dari Amerika Serikat. Namun permintaan tersebut ditolak. Akibatnya
mata Indonesia beralih ke Uni Soviet. Kali ini pendekatan berhasil, Indonesia
berhasil mendapatkan bantuan dengan total US$ 400 juta dalam bentuk peralatan
militer. Adanya persediaan militer ini akhirnya
membawa Indonesia kepada konfrontasi total. Militer Indonesia juga dikerahkan di bawah Komando Mandala yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Soeharto. Sukarno juga memberikan pidato yang diberi judul TRIKORA untuk memberikan semangat terhadap upaya penyatuan kembali Irian Barat ke Indoensia :
TRIKORA
1) Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda.
2) Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat, tanah air Indonesia.
3) Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.
2) Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat, tanah air Indonesia.
3) Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.
Pada perkembangan selanjutnya Belanda ditekan oleh Amerika Serikat melalui diplomatnya Elsworth Bunker bahkan Jaksa Agung Robert Kennedy saudara Presiden Amerika Serikat kala itu John F Kennedy. Hal ini dilakukan semata-mata agar Indonesia tidak terlalu jauh melenceng ke blok Timur (komunisme). Buahnya diadakanlah pertemuan Belanda Indonesia dan disepakatilah sebuah perjanjian yaitu Perjanjian New York yaitu :
1. Kekuasaan
sementara di Irian Barat diserahkan kpd UNTEA (United Nation Temporary
Authority)
2. Akan
diadakan PEPERA (penentuan pendapat rakyat/Referendum) sebelum tahun 1969.
Namun sayang dalam pertempuran antara Indonesia dan Belanda dalam kasus Irian Barat, Kapal Perang Indoensia Macan Tutul karam dan tenggelam menewaskan tentara Indoensia yang dipimpin oleh Komodore Yos Sudarso.
2. Konfrontasi dengan Malaysia.
Pada tahun 1961, muncul keinginan
negara-negara bekas jajahan Inggris di Malaya, SIngapura dan Kalimantan Utara
untuk bergabung dalam sebuah Federasi Melaysia. Indonesia di bawah Presiden
Soekarno merasa tidak nyaman dengan keadaan ini. Soekarno merasa bahwa
keinginan tersebut bukanlah lahir dari rakyat di sana, melainkan strategi
Inggris untuk bisa menguasai Asia Tenggara lagi.
Bung Karno dan para pemimpin negara
Asia Tenggara lain seperti Filiphina menginginkan sebuah Referendum atau jajak
pendapat untuk melihat apakah semua rakyat di Malaya, Singapura, Sabah dan
Serawak setuju untuk bergabung ke dalam Federasi Malaysia. Namun ternyata Referendum itu tidak dilakukan
secara benar, terjadi kecurangan dan manipulasi sehingga yang menang adalah yg
menyatakan mendukung terbentuknya Federasi Malaysia. Hal ini diikuti oleh
pengumuman berdirinya Negara federasi Malaysia pada tanggal
16 September 1963 (Singapura, Malaya, Sabah, Serawak dan Brunei)
Bung Karno semakin marah, dia
memutuskan untuk melakukan konfrontasi terhadap Malaysia. Slogan Ganyang
Malaysia saban hari biasa didengar pada masa-masa itu. Soekarno memutuskan
untuk membentuk Komando Mandala Siaga di bawah pimpinan Laksamana Udara Omar Dhani. Soekarno juga menyerukan perintah yang dikenal sebgai Dwikora
1.
Perhebat ketahanan Revolusi Indonesia
2.
Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Serawak dan
Brunai untuk membubarkan negara boneka Malaysia.
Akhirnya pasukan Indonesia berserta
relawan dikirim untuk melakukan serangan ke Malaysia. Hubungan Indonesia dan
Malaysia sangat buruk pada zaman Demokrasi Terpimpin. Indonesia memutuskan
hubungan diplomatic dengan Malaysia pada tahun 1963. Setelah itu, pada tahun
1965, Januari, Indonesia memutuskan untuk keluar dari PBB karena Malaysia
diterima sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Dan Bung Karno membentuk PBB tandingan yang
disebut CONEFO (Confrence of New Emerging Forces).
3. Asean Games IV dan
Ganefo.
Pada
tahun 1960 Indonesia diberikan kepercayaan untuk mempersiapkan perhelatan Asian
Games ke IV pada tahun 1962, dan Jakarta sebagai tuan rumahnya. Bung Karno tidak main2 untuk mempersiapkan
segala sesuatunya yang terkait dengan event olahraga internasional ini. Beliau
memutuskan untuk membangun kompleks olahraga yang sekarang diberi nama Gelora
Bung Karno. Namun ketika Asian Games dilangsungkan pada tahun 1962, Indonesia
menolak visa atlet dari Taiwan dan Israel.
Hal ini mendapatkan protes dari
komite olimpiade internasional (IOC). Indonesia dianggap mencampuradukkan
masalah politik ke dalam event olahraga. Meskipun akhinrya Asian Games sukses
dilangsungkan, Indonesia dikeluarkan dari keanggotaan IOC. Bung Karno merasa
tidak peduli dengan hal ini. Beliau malah membentuk event olahraga tandingan
setingkat Olimpiade yang disebut Ganefo (Games of New Emerging Force) GANEFO ini
merupakan salah satu politik mercusuar Bung Karno atau politik Gagah-gagahan.
(NEFO (New Emerging Forces) adalah istilah
Bung Karno untuk menyebut kelompok negara-negara baru merdeka di Asia dan
Afrika yang menolak penjajahan negara-negara kapitalis dan imperialis yang
disebut OLDEFO atau old emerging force) pimpinan Amerika Serikat dan Inggris).
Namun
pada 01 oktober 1965 terjadi peristiwa penculikan dan pembunuhan terhadap 6
Jenderal pimpinan Angkatan Darat di Jakarta. Sejak saat itu, situasi politik
semakin tidak jelas. Angkatan Darat menyatakan bahwa PKI merupakan dalang di
balik peristiwa berdarah tersebut. Sejak
saat itu hingga beberapa tahun sesudahnya para simpatisan dan anggota PKI di
seluruh Indonesia ditangkap dan banyak di antara mereka dihukum mati.
Setelah peristiwa G 30 S, sedikit
demi sedikit dukungan kepada Soekarno sebagai Presiden Indonesia semakin
berkurang. Pasca peristiwa penculikan
sekaligus pembunuhan terhadap 6 jenderal Angkatan Darat tersebut dan aksi
kudeta dari kelompok yang menamakan dirinya Dewan Revolusi, keadaan di dalam
negeri menjadi penuh ketidakpastian.
Angkatan Darat sebagai pihak yang
paling “dirugikan” dalam peristiwa itu memberikan reaksi. Hal ini tentu saja
dikarenakan ke-6 Jenderal yang diculik dan terbunuh itu merupakan pucuk
pimpinan tertinggi Angkatan Darat. Angkatan Darat langsung melakukan pencarian
terhadap korban G 30 S tersebut. Semua
korban akhirnya dapat ditemukan di sebuah kampung bernama Lubang Buaya, Jakarta
TImur sekarang.
Setelah peristiwa tersebut, muncul
desas desus bahwa PKI lah yang memainkan peran sebagai dalang di balik
persitiwa berdarah tersebut, yang hingga kini masih dipertanyakan kebenarannya.
Namun fakta sejarah mencatat hampir setengah juta simpatisan dan anggota PKI
akhirnya terbunuh karena dianggap merencanakan aksi berdarah tersebut. Indonesia sangat tidak stabil kondisinya,
Soekarno pun tidak mengiyakan TRITURA (bubarkan PKI, turunkan harga dan bersihkan
kabinet dari unsur2 PKI). Akibatnya situasi politik semakin tidak
tentu, demonstrasi meluas sampai ada mahasiswa tertembak yaitu Arief Rahman
Hakim, seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Pada perkembangannya Soeharto sebagai
salah seorang perwira tinggi Angkatan Darat yang tidak menjadi sasaran dari
penculikan dan pembunuhan mampu mengambil alih pimpinan Angkatan Darat.
Soeharto menjadi semakin kuat posisinya setelah pada 11 Maret 1966, Basuki
Rachmat, Amir Machmud dan M.Yusuf, 3 jenderal kepecayaan Soeharto menemui
Presiden Soekarno di Istana Bogor.
Hasilnya Soekarno memberikan sebuah
Surat Perintah (dikenal kemudian dengan Surat Perintah Sebelas Maret) yang
isinya sebuah perintah kepada Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat
untuk menjamin keamanan dan ketertiban, sekaligus menjamin keamanan Presiden
Soekarno, ajarannya dan keluarganya. Bahkan ketika Soekarno masih jadi
Presiden, Soeharto sebagai pengemban SUPERSEMAR dipercaya sebagai Presidium
(semacam Perdana Menteri) Kabinet baru yang disebut Kabinet Ampera dengan
Program Catur Karya :
1. Memperbaiki
kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan
2. Melaksanakan
Pemilihan Umum
3. Melaksanakan
politik luar negeri yang bebas aktif
4. Melanjutkan
perjuangan anti kolonialisme dan imperialisme.
Berbekal SUPERSEMAR yang ditafsirkan
sendiri olehnya, Soeharto melakukan hal-hal yang dianggapnya menjawab tuntutan
masyarakat kala itu. Dia kemudian membubarkan PKI dan menangkap
15 Menteri2 Kabinet Dwikora II karena dianggap mendukung G 30 S, dan membubarkan Cakrabirawa yang dianggap terlibat dalam G 30 S. Maka
bisa dikatakan selama tahun 1966-1967 terjadi dualisme kepemimpinan di
Indonesia, satu pihak Soeharto dan di pihak lain Soekarno.
Namun pada perkembangannya pidato
pertanggungjawaban Soekarno yang dibacakan di hadapan MPRS berjudul Nawaaksara
(Sembilan pokok masalah). Dalam pidatonya Soekarno sama sekali tidak
menyinggung tentang peristiwa G 30 S. Soekarno pernah diminta MPRS untuk
melengkapi isi pidato pertanggungjawabannya, namun setelah dilengkapi MPRS
masih meraasa belum puas.
Pada akhirnya, bulan Maret 1968, MPRS
menetapkan Soeharto sebagai pengemban SUPERSEMAR menjadi Presiden untuk
menggantikan Soekarno. SUPERSEMAR dikukuhkan melalui TAP MPR no IX/MPRS/1966,
dan menetapkan PKI sebagai organisasi terlarang di Indonesia melalui TAP MPR
XXV/MPRS/1966.
Kebijakan-kebijakan
Orde Baru……….
Setelah dilantik oleh MPRS sebagai
Presiden, Soeharto dan pemerintahan barunya yang lebih dikenal dengan Orde
Baru, mencanangkan Trilogi pembangunan yaitu
1.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi
2.
Keberhasilan pengentasan kemiskinan
3.
Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pembangunan Indonesia pada masa Orde
Baru dilakukan dalam tahapan-tahapan yng disebut dengan Pembangunan Lima Tahun
atau PELITA Pemerintah merencankan pembangunan dalam kurun waktu 25 hingga 30
tahun ke depan, Pelita I dan II menitikberatan pada sector Industri dan
Pertanian. Peita ini dilakukan hingga Pelita ke VI.
Namun
perjalanan pemerintahan ini tidak semulus yang dibayangkan. Selalu ada kritik
dan demontrasi atas kebijakan pemerintah, salah satunya demontrasi pada tahun
1974 sebagai protes terhadap dominasi ekonomi Jepang di Indonesia. Demontrasi
ini juga dikenal dengan istilah Peristiwa Malari.
Secara
garis besar kebijakan Orde Baru dalam menjaga stabilitas politk antara lain :
1. Membubarkan
dan melarang kegiatan PKI
2. Membuat
kebijakan DWI FUNGSI ABRI yaitu memberikan fungsi lain bagi ABRI dalam bidang
militer dan Politik.
3. Penyederhanaan
Partai Politik (hanya ada 2 partai yaitu PDI dan PPP serta satu organisasi
masyarakat yaitu GOLKAR)
4. Membatasi
kebebasan Pers.
Pada
masa Orde Baru juga dilakukan Penataran (seminar) Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (P4) untuk menyatukan pemahaman rakyat tentang
Pancasila. Serta program yang dinilai
snagat berhasil yaitu pengendalian penduduk melalui program Keluarga Berencana
(KB).
Akhir dari Pemerintahan Orde Baru.
Pada intinya Pemerintahan Orde Baru
mampu menjaga stabilitas ekonomi dan politik. Ekonomi bertumbuh, pembangunan
jalan, irigasi, pendidikan dilakukan, investasi asing semakin banyak masuk ke
Indonesia dsb. Namun perekonomian dunia mengalami gejolak sekitar tahun 1997.
Indonesia yang merupakan bagian dari ekonomi dunia menerima dampaknya. Krisis
ekonomi di Thailand yang terjadi pada tahun 1997, berimbas ke Indonesia. Nilai
Kurs Rupiah jatuh hingga 16.000 per Dollar Amerika, Banyak perusahaan bangkrut
dan mem-PHK karyawannya, UMKM banyak yg tutup dan bangkrut, Bank-Bank bangkrut
dan bermasalah, Indonesia juga harus menandatangani pinjaman dana dari IMF yang
menyebabkan pengeluaran dan utang negara semakin besar.
Krisis ekonomi ini menjadi pemicu
terjadinya gelombang protes dari rakyat di seluruh tanah air, terutama di
Jakarta. Beberapa tahun sebelumnya juga sudah terjadi protes dan demonstrasi
dari berbagai elemen rakyat menuntut diadakannya sejumlah perbaikan dalam
sistem kenegaraan Indonesia. Hal ini diakibatkan oleh terlalu besarnya pengaruh
negara, terutama militer dalam pemerintahaan dan kehidupan rakyat, pelanggaran
HAM, korupsi (KKN) dan berbagai kasus lain.
Puncaknya, Krisis Ekonomi tahun 1998,
menjadi pemicu demontrasi ribuan rakyat terhadap pemerintahan Soeharto. Mereka
menganggap Soeharto tidak mampu lagi memimpin Indonesia, mereka menuntut
dilakukannya Reformasi dengan agenda :
1. Bubarkan
Orde Baru dan Golkar
2. Hapuskan
Dwifungsi ABRI
3. Hapuskan
KKN
4. Tegakkan
Supremasi Hukum, HAM dan Demokrasi
Akhirnya
rakyat yang dimotori oleh mahasiswa turun ke jalan, hingga puncaknya pada
tanggal 12 Mei 1998, terjadi bentrok antara aparat keamanan dengan mahasiswa.
Akibatnya 4 mahasiswa Universitas Trisakti meninggal. Jatuhnya korban jiwa ini membuat gerakan
demonstrasi semakin besar, kekacauan dan penjarahan semakin marak, terutama
terhadap etnis Tionghoa. Banyak pusat perbelajaan milik mereka dijarah oleh
massa, suasana benar-benar di luar kendali.
Demonstran akhirnya menuntut DPR/MPR
untuk menggelar sidang istimewa agar Soeharto diturunkan dari jabatan
Presidennya. Mahasiswa sampai berhari2 menduduki gedung wakil rakyat tersebut.
Pada akhirnya kondisi politk Indonesia sedikit lebih stabil setelah pada 21 Mei
1998, Soeharto memutuskan untuk berhenti dari jabatannya sebagai Presiden.
Reformasi
dan Kejadian Pentingnya
Setelah
Soeharto berhenti, sesuai Amanat UUD 1945, Presiden yang berhalangan tetap dan
tidak bisa lagi melakuan tugasnya sebagai Presiden, aan digantikan oleh
Wakilnya. Akhirnya BJ HABIEBIE, Wakil Presdien kala itu dilantik menjadi
Presiden
Agenda utama Habibie adalah memenuhi
tuntutan Reformasi dari Rakyat. Istilah ABRI kemudian dihilangkan. Diganti
menjadi TNI (Angkatan Darat, Laut dan Udara) dan POLRI (Kepolisian Republi
Indonesia). Dwifungsi ABRI dicabut, Fraksi ABRI di DPR/MPR dihapuskan. Habibie
juga mengeluarkan UU tentang otonomi daerah soal perimbangan keuangan daerah
dan pusat. Pada masa Habibie juga diadakan Pemilu pertama setelah Reformasi.
Kebebasan Pers mulai diberikan dan Lembaga Kepresidenan lebih menerima jika
dikritik, sesuatu yang tidak ada pada masa Orde Baru.
PDI Perjuangan bentukan Megawati
Soekarno Putri berhasil menjadi pemenang dalam Pemilu tahun 1999 tersebut. Namun pada perkembangannya, laporan
pertanggungjawaban Habiebie ditolak oleh MPR, sehingga dia harus merelakan
jabatan Presidennya dicabut. Penolakan ini terutama diakibatkan oleh lepasnya
Timor-timur dari Indonesia melalui
Referendum tahun 1999.
Beliau kemudian digantikan oleh
Abdurahman Wahid (Gus Dur) yang berhasil memenangkan pemilihan Presiden pada
tahun 1999. Abdurahman Wahid masih menlanjutkan agenda Reformasi dan terkenal
karena kebijakannya yang kontroversial. Salah satunya membubarkan Departemen
Sosial dan Departemen Penerangan. Karena menurutnya Departemen Sosial menjadi
sarang korupsi, dan Departemen Penerangan terlalu mengekang kebebasan pers dan
kebebasan berpendapat rakyat. Beliau juga dikenal sebagai tokoh yang pluraslis.
Mengakui Imlek, juga mengubah nama Irian menjadi Papua, untuk mengakomodir
kepentingan rakyat Indonesia di Papua.
Namun beliau hanya menjabat selama 1
tahun 7 bulan, karena peristiwa politik dan dugaan keterlibatan beliau pada
skandal Bruneigate dan Buloggate, yang hingga sekarang tidak mampu
dibuktikan. Namun MPR telah menetapkan Megawati Soekarno Putri, Wakil Presiden
kala itu untuk menggantikan Gusdur sebagai Presiden RI.
Pada zaman Megawati dibentuk KPK
(Komisi Pemberantasan Korupsi) dan beliau berhasil menyelenggarakan Pemilu
Presiden Langsung untuk pertama kalinya yaitu tahun 2004.Megawati juga dikenal
mengganti nama Provinsi Aceh menjadi Nanggroe Aceh Darusallam. Pada masanya juga terjadi aksi heroik dari
masyarakat Indonesia atas kasus Sipadan dan Ligitan yang pada saat itu menjadi
bahan sengeketa antara indonesia dan Malaysia.
Pada pemilihan Presiden langsung 2004,
Megawati dikalahkan oleh Calon Presiden dari Partai Demokrat yaitu Susilo
Bambang Yudhoyono, yang menjadi Presiden Pertama hasil pilihan rakyat langsug
dan Jusuf Kalla sebagai wakilnya.
SBY melakukan banyak kebijakan antara
lain mengkonversi minyak ke Gas, pengurangan subsidi BBM, PNPM Mandiri dan
Jamksesnas dan Bantuan Langsung Tunai. Namun pada zamannya pula terjadi kasus
yang besar yaitu Skandal bank century yang sampai hari ini belum terselesaikan.
SBY menjabat hingga tahun 2014, untuk kemudian digantikan oleh Presiden Joko
Widodo dan jusuf Kalla sebagai wakilnya.
Reformasi masih menyisakan beberapa keburukan antara lainnya kebebasan
yang terlalu besar yang diberikan kepada masyarakat untuk berpendapat,
akibatnya terjadi euphoria yang banyak menimbulkan penyebaran berita buruk dan
fitnah
Komentar
Posting Komentar