Bahan ULangan Harian II, Kelas X Wajib.. Selasa, 16 Februari 2016
Kerajaan Islam awal di Indonesia
(Pasai, Aceh dan Demak).
Kita sudah membahas tentang kelahiran Islam,
penyebarannya hingga proses masuknya agama Islam ke Indonesia. Sebagai negara
kepulauan, yang tersusun dari banyak pulau masuknya satu ajaran dan kebudayaan ke Indonesia tentu saja tidak dalam waktu bersamaan. Tidak terkecuali ajaran Islam, juga diperkirakan
masuk dalam rentang waktu yg berbeda di setiap wilayah Indonesia.
Wilayah Sumatera dipercaya menjadi tempat
pertama yang “dikunjungi” ajaran Islam yang dibawa oleh pedagang-pedagang Arab
yang jauh sebelum Islam lahir telah berdagang dan singgah di
pelabuhan-pelabuhan Sumatera. Kondisi ini didukung oleh kenyataan bahwa Pulau
Sumatera sangat strategis lokasinya, berada di antara 2 benua, 2 samudera dan 2
pusat peradaban besar China dan India.
Selain itu, mulai ditinggalkannya jalur sutera
membuat jalur pelayaran ke Sumatera menjadi alternatif (pilihan) baru. Sumatera akhirnya berkembang menjadi pelabuhan
penting, apalagi ketika Sumatera dikuasai oleh salah satu Kerajaan Buddha
terbesar di Indonesia yaitu Sriwijaya.
Kerajaan ini berdiri sekitar abad 7 dan 8
Masehi. Dalam waktu yang hampir bersamaan Agama Islam lahir di tanah Arab.
Dalam selang waktu yang tak lama, agama itu disebarkan ke seluruh dunia sebagian
dari mereka sampai di Indonesia. Maka bisa dikatakan di wilayah-wilayah
Sriwijaya (Sumatera) telah berkembang komunitas2 kecil umat Islam. Seperti,
Pasai, Aceh, Minangkabau, dsb. Namun karena Sriwijaya masih menjadi penguasa
terbesar Sumatera kala itu, komunitas2 Islam itu belum bisa berkembang menjadi
kerajaan.
Setelah Sriwijaya mulai menunjukkan gelagat
kehancurannya sekitar abad 11-12 M, komunitas ini berkembang hingga menjadi
kerajaan-kerajaan Islam peratama di Indonesia. Kita akan melihatnya satu per
satu.
Kerajaan Samudera Pasai.
Hikayat
Raja-Raja Pasai (
buku silsilah Raja-Raja Pasai) mencatat bahwa Raja pertama Pasai yang memeluk
Islam adalah seorang yang bernama Marah Silu yang berganti nama menjadi Malik
Al Saleh.
Sebelumnya
Marah Silu merupakan gempong samudera (kepala pelabuhan)di Pasai. pada
perkembangannya, beliaulah yang mendirikan Kerajaan Samudera Pasai sekitar
tahun 1267 M.
Malik
Al Saleh digantikan oleh anaknya Muhammad Az Zahir, Az Zahir
kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama Mahmud Malik Az Zahir.
Pada masa pemerintahan Mahmud Az Zahir ini, Pasai mencapai masa kejayaannya.
Pasai menjadi salah satu pelabuhan internasional yang sibuk dan besar yang
banyak disinggahi oleh pedagang dari Asia, Afrika dan Eropa.
Namun, pada masa pemerintahan Ahmad Az Zahir (1345-1350)
Pasai mendapat serangan dari Kerajaan Majapahit. Dalam Hikayat Raja Raja Pasai
dikisahkan bahwa setelah perang tiga hari tiga malam Pasai kalah dan akhirnya
rakyat nya tercerai berai. Kesultanan ini bangkit kembali pada masa kekuasaan Zainal
Al Abidin Malik Az Zahir tahun 1383. Namun Pasai kembali
dihadapkan pada peristiwa-peristiwa menuju keruntuhannya seperti
perang saudara dan serangan Kerajaan Aceh atas Pasai pada tahun 1524.
Kesultanan
Aceh.
Di atas sudah disinggung, bahwa Kerajaan Islam pertama di Sumatera yaitu
Samudera Pasai ditaklukkan oleh Kerajaan Aceh. Aceh kemudian menggantikan peran
Pasai sebagai penguasa Sumatera.
Kesultanan
Aceh terletak di Aceh Rayeuk (sekarang Aceh Besar) didirikan oleh Ali Mughayat Syah pada
tahun 1496. Tumbuhnya Kerajaan Aceh bersamaan dengan
tumbuhnya sebuah Kota pelabuhan di sebelah timurnya (selat Malaka) bernama
Malaka.
Pada
tahun 1511, Malaka, dikuasai oleh Portugis. Ini menyebabkan kapal-kapal dagang
yang sebelumnya singgah di Malaka berpindah ke pelabuhan-pelabuhan Aceh, ini
menyebabkan pelabuhan dan Kerajaan Aceh semakin besar dan penting.
Kerajaan ini mencapai masa kejayannya pada masa pemerintahan Sultan
Iskandar Muda. Mengapa disebut masa jaya, karena:
·
Wilayah
kekuasaan Aceh membentang dari Deli sampai semenanjung Malaya, termasuk daerah
pantai barat Sumatera hingga Palembang.
·
Dibentuk undang-undang
tentang Tata Pemerintahan yang disebut dengan ADAT
MAKUTA ALAM .
·
Iskandar
Muda membangun basis militer dan pertahanan di laut.
·
Selama masa
pemerintahan ISkandar Muda juga dikenal beberapa kelompok masyarakat yaitu :
~
Golongan bangsawan disebut TEUKU
~Golongan
Ulama, agamawan(Rohaniawan) disebut dengan TENGKU
·
Iskandar
Muda menaruh perhatian penting pada perkembangan sastra dan Tasawuf di
kesultanan Aceh. Berikut beberapa tokoh Tasawuf Aceh: Hamzah
Fansuri, Syamsudin al Sumatrani, Nuruddin ar Raniri dan Syekh Abdul Rauf
Singkil.
·
Terbitnya buku
sejarah adat istiadat Aceh yang disebut Bustanul Salatin, yang
menunjukkan pentingnya dunia sastra bagi Iskandar Muda.
Setelah
wafat, Iskandar Muda digantikan oleh Iskandar Thani. Pada
masa Iskandar Thani Aceh mengalami kemunduran karena Thani tidak semampu dan
sekuat Iskandar Muda.
Beberapa
ratus tahun kemudian, setelah melalui konflik dan perang yang panjang dengan
Portugis kemudian VOC dan terakhir Belanda, Aceh akhirnya dikuasai oleh Belanda
pada tahun 1904.
Demikian
sekilas kisah Kerajaan Islam di Sumatera. Namun seperti yg kita ketahui
Indonesia bukan hanya Sumatera. Ada banyak pulau lain yang juga “dialiri”
ajaran Islam dari Arab tersebut. Salah satunya adlah pulau JAwa. Mari kita lihak kisahnya:
Kerajaan
Demak.
Kerajaan
ini didirikan oleh Raden Patah (Jin Bun) salah seorang keturunan Raja
Kerthabumi (Brawijaya 5) dari Majapahit dengan ibu seorang putri dari
China. Pada saat dalam kandungan Raden
Patah dititipkan di Palembang, tempat di mana ia bertumbuh dan mendapat ajaran
Islam dan berubah menjadi penganut Islam yang taat dan bercita-cita besar.
Pada
perkembangannya, Patah pindah ke Demak (Dekat Semarang) untuk mengembangkan
komunitas Islam. Pada saat itu Pulau JAwa masih dikuasai oleh Kerajaan
Majapahit yg sedang dipimpin oleh ayahnya sendiri Kerthabumi. Pada tahun 1478,
Patah bergerak ke Majapahit dan menawan Kerthabumi tanpa pertumpahan darah, dan
membawanya ke Demak. Sejak saat itu Majapahit hancur.
Kehancuran
MAjapahit membuka peluang Demak berkembang menjadi Kerajaan Islam untuk
menggantikan Majapahit.
Faktor-Faktor yang
menyebabkan Demak berkembang sebagai kerajaan.
1.
Letaknya
baik untuk pelabuhan yaitu di muara sungai Demak, hubungannya dengan daerah
pedalaman yang menghasilan bahan ekspor juga mudah dilakukan (rempah-rempah dan
beras)
2.
Kedudukan/posisinya
strategis untuk perdagangan nasional, karena terletak di tepi jalan nasional
antara Indonesia bagian barat dan timur.
3.
Faktor
politik berupa kemunduran Majapahit, sehingga Demak berkembang menjadi kerajaan
besar baru. Sejarah mencatat bahwa Demak melakukan serangan terhadap Majapahit,
pada akhirnya Majapahit runtuh tahun 1478.
Pada saat Raden Patah memimpin
Demak, Kerajaan ini menjalin kerjasama dengan banyak negara, termasuk negara
pelabuhan penting di Utara yaitu Malaka. Sayangnya Pada tahun 1511, Malaka ditaklukkan oleh Portugis. Ini merugikan
perdagangan antara Malaka dengan Demak.
Raden
Patah akhirnya mengutus putranya, Dipati Unus (Yat-Sun) atau yang dikenal
dengan Pangeran Sabrang Lor (Lor berarti utara dalam bahasa Jawa/
menyerang ke utara) untuk menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1512.
Dipati Unus berangkat dengan 100 kapal, namun penyerangan ini mengalami
kegagalan karena kurangnya strategi dan peralatan militer.
Pada
masa pemerintahan Raden Patah ini, Agama Islam merupakan pemersatu dan
semangat baru yang dapat menimbulkan kekuatan besar. Hal ini diakibatkan oleh
peran besar Para Wali yang disebut Wali Songo diantaranya Sunan Kalijaga,
Bonang, Drajad dsb. Setelah Raden Patah wafat pada tahun 1518, dia
digantikan oleh anaknya yaitu Dipati Unus yang telah disinggung sebelumnya.
Dipati
Unus
Sultan
ini hanya berkuasa selama 3 tahun dari 1518-1521, ia wafat tanpa meninggalkan
seorang putra, kemudian Trenggono menggantikan posisi Dipati Unus sebagai
Sultan Demak.
Trenggono.
Trenggono
menjadi penguasa Demak dari tahun 1521-1546. Dia berhasil membawa Demak ke
puncak kejayaannya. Pada masa kepemimpinannya, Demak melakukan penaklukan dan
perluasan wilayah atas Pajajaran (Sunda), Majapahit dan Blambangan karena
kerajaan-kerajaan Hindu tersebut mengadakan hubungan kerjasama dengan Portugis
yang merupakan lawan utama Kerajaan Demak.
Sultan
Trenggono mengirimkan sejumlah kapal perang dan pasukan Demak ke Sunda Kelapa
(Jakarta sekarang) di bawah pimpinan Fatahillah. Sunda Kelapa yang pada saat
itu termasuk dalam wilayah Kerajaan Pakuan (Sunda-Pajajran) dan belum
terlindungi benteng Portugis, berhasil dikuasai oleh Pasukan Demak. Pada tahun
1527, Sunda Kelapa berhasil dikuasai penuh oleh pasukan Demak dan diganti
namanya menjadi Jayakarta.
Pada
tahun 1546 armada Demak menyerang kekuasaan Hindu di Blambangan. Pelabuhan
menjadi sasarannya adalah Panarukan. Serangan ke Jawa Timur itu dibantu oleh
armada dari Banten dan Cirebon yang juga dipimpin oleh Fatahillah. Dalam
serangan ke Panarukan tersebut, Sultan Trenggono ikut serta dalam
rombongan pasukan Demak, tetapi dia dibunuh oleh seorang pengawalnya.
Kematian Trenggono menyisakan pergolakan dalam
keluarga Istana Demak. Begini kisahnya:
Setelah
kematian Adipati Unus, Istana Demak diwarnai konflik kekuasaan mengenai siapa
yg paling pas menjadi pengganti Unus. Trenggono, adik Adipati Unus dari
permaisuri merasa lebih pantas. Sementara itu Sekar Sedo Lepen, yg dr segi usia
lebih tua dr Trenggono meskipun berbeda ibu (bukan permaisuri) juga merasa lebih
pantas menggantikan Unus.
Pada
akhirnya Prawoto (Anak Trenggono) mengirimkan utusan untuk membunuh Sedo Lepen dan berhasil.
Trenggono kemudian dinobatkan menjadi Raja Demak. Namun ketika Trenggono wafat,
dendam lama keturunan Sekar Sedo Lepen memuncak. Arya Panangsang, membalaskan
kematian ayahnya, dan membunuh Prawoto.
Untuk
beberapa saat Arya Panangsang berhasil menjadi penguasa Demak, namun beliau
juga dibunuh oleh salah satu menantu Trenggono bernama Jaka Tingkir
(Hadiwijaya).
Arya
Panangsang pun akhirnya dibunuh oleh Hadiwijaya (Jaka Tingkir) adik ipar Prawoto
(menantu Trenggono). Hadiwijaya berhasil menjadi Sultan Demak, dan dia
memindahkan pusat kerajaan Demak dari pesisir ke pedalaman di Pajang.
Kepindahan ini bisa dikatakan sebagai akhir dari riwayat Kerajaan Demak yang
hancur karena konflik keluarga Istana Kerajaan.
Namun
meskipun sebagai Sultan Demak, Joko Tingkir lebih dikenal sebagai penguasa
Pajang, maka bisa dikatakan konflik keluarga antara Arya Panangsang dengan
Prawoto ini menjadi cikal bakal runtuhnya kuasa Demak di Pulau Jawa, digantikan
oleh Pajang di bawah Joko Tingkir atau Hadiwijaya.
Komentar
Posting Komentar