Bahan Ulangan Harian IV, Sejarah Wajib kelas X

1.  Kerajaan Ternate dan Tidore

Pada zaman dulu ada 2 persekutuan (pertemanan) antara kerajaan2 di Maluku yang disebut Uli 5 dan Uli Siwa. Uli 5 terdiri atas : Ternate, Seram, Ambon, Obi, Bacan. Sedangkan Uli Siwa: Tidore, Makyan, Halmahera, Jailolo dan beberapa Kerajaan di Irian Barat. 
Uli 5 dan Uli Siwa ini berkonflik memperebutkan posisi utama sebagai penguasa perdagangan rempah-rempah di kepualuan Maluku. Uli Lima yang dipimpin Ternate melawan Uli Siwa yang dipimpin Tidore.  Ternate akhirnya berkonflik dengan Tidore. Konflik ini semakin meruncing ketika Ternate bekerjasama dengan Portugis dan Tidore bekerjasama dengan Spanyol,
Terjadilah peperangan. Peperangan berubah menjadi peperangan Portugis melawan Spanyol. Peperangan ini berhasil didamaikan memalui Perjanjian Saragosa di mana Portugis diberikan hak menguasai Maluku, sementara itu Spanyol diperintahkan mundur ke Filiphina.
Hal ini membuat Portugis merasa seperti memiliki restu besar untuk menguasai keseluruhan kepulauan Maluku penghasil rempah-rempah itu. Namun pada akhirnya Raja Ternate, Sultan Khairun menyadari bahwa Portugis semakin merajalela dan ingin menguasai negerinya, akhirnya dia melawan namun sayangnya beliau terbunuh.
Putranya Sultan Baabullah berhasil melanjutkan perjuangannya dan berhasil mengusir Portugis. Ternate dan Tidore nanti berhasil didamaikan dan dipersatukan oleh Sultan Tidore bernama Sultan NUKU.


Kerajaan Makassar (Gowa Tallo).

Kerajaan ini merupakan gabungan dari Kerajaan Gowa dan Tallo yang berpusat di Makassar, maka sering disebut Kerajaan Makassar. Raja dari dua kerajaan itu (Gowa dan Tallo) memutuskan untuk memeluk agama Islam dan mendirikan kerajaan Islam Gowa Tallo.
Agama Islam di Makassar disebarkan oleh orang Sumatera bernama Datuk Ri Bandang. Kerajaan ini berkembang menjadi kerajaan maritim besar karena beberapa faktor:
1.       posisinya yang strategis di jalur perdagangan internasional,
2.      memiliki syarat yg baik sebagai pelabuhan.  
3.       Kerajaan besar di Jawa yaitu Mataram memilih untuk berfokus kepada sektor agraris dan non maritim yg membuka peluang berkembangnya sektor maritim Makassar
4.      jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511, juga membuka peluang berkembangnya pelabuhan Makassar sebagai pelabuhan alternatif.
Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin. Sultan yang dikenal dengan julukan ‘Ayam Jantan dari Timur” ini dikenal berani melawan kekuatan asing (VOC/Belanda) yang pada saat itu ingin menguasai Makassar. Hal ini dilakukan VOC karena ingin menguasai jalur perdagangan rempah di Indonesia Timur (Ambon/Ternate dan Tidore). Hal ini tak mungkin berhasil dilakukan jika ada Kerajaan Besar yang sewaktu-waktu bisa mengacaukan perdagangan yang sudah dibangun oleh VOC.
Perang Makassar dan VOC dipimpin langsung oleh Hasanuddin yang berhadapan dengan Cornelis Spellman pemimpin pasukan VOC/Belanda. VOC menggunakan siasat adu domba, dengan mengajak Aru Palaka, Raja Bone untuk bekerjasama menaklukkan Hasanuddin.Pada akhirnya Hasanuddin kalah dan dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya yang isinya :
1.      Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone
2.      Belanda dapat mendirikan Benteng di Makassar (benteng Rotterdam)
3.      VOC memonopoli perdagangan di Makassar
4.      Makassar harus melepaskan daerah jajahannya seperti Bone.
       Sejak ditandatanganinya Perjanjian Bongaya ini, VOC berhasil menguasai jalur perdagangan rempah-rempah  di wilayah Indonesia Timur. Setelah itu nanti VOC ingin menguasai wilayah Jawa, dengan mengadu domba Kerajaan Banten dan MAtaram Islam. VOC berhasil, maka bisa dikatakan sejak 1755 (Perjanjian Giyanti) hingga 1779 VOC sudah menguasai seluruh wilayah Nusantara. Namun VOC hanya bisa berkuasa tahun 1800, karena pada akhirnya VOC dibubarkan. Hal ini diakibatkan oleh  korupsi yang merajalela dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan perusahaan (VOC) untuk membiayai perang dengan KErajaan-Kerajaan Islam di Indonesia.




Pengaruh dan peninggalan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia.
      Kerajaan-Kerajaan Islam diperkirakan sudah ada sejak abad ke 12 dan 13, dimulai dari Aceh. Sementara itu Runtuhnya Majapahit pada tahun 1478, memungkinkan berdirinya Kerajaan Islam di Pulau JAwa yaitu Demak dan Mataram Islam. Jika dihitung secara periodenya, ada sekitar 600-700 sudah Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia berdiri. Bahkan hingga hari ini masih ada beberapa Kerajaan Islam yang bertahan dan menjadi bagian dari Negara KEsatuan Republik Indonesia.

Selama kurun waktu ratusan tahun tersebut, tidak lah mungkin jika Kerajaan-Kerajaan tersebut tidak meninggalkan pengaruh dalam kehidupan masyarakat.  Kali ini kita kan lihat beberapa pengaruh dan peninggalan Kerajaan-Kerajaan Islam tersebut.


1.       Dalam Bidang Pemerintahan.
Kerajaan Islam berarti Kerajaan yang dijalankan berdasarkan hukum Islam dan Alquran. Dalam hal ini kita akan melihat sistem pemerintahan pada zaman Kerajaan Islam lalu nanti melihat pengaruhnya pada kehidupan masyarakat Indonesia sekarang.

            Pada masa Kerajaan Islam, pemimpin utama disebut juga Sultan. Namun selain Sultan, ada juga sebutan lain jika di Jawa ada istilah :Raja, Maulana, Panembahan, Susuhunan dan Sunan. Di Sulawesi dikenal juga istilah Sombaya, Payunge dan Mapayunge. 
            Para Sultan ini dibantu oleh kaum ulama (ahli agama islam) yang di Aceh disebut dengan istilah Kadi. Kadi ini bertugas sebagai pemberi nasehat kepada Sultan, sekaligus juga menjadi hakim yang bertugas untuk memberi peringatan kepada Sultan jika terjadi pelanggaran terhadap adat dan syariah Islam.
            Ketika Sultan wafat, maka dia akan digantikan oleh keturunannya yang telah dia pilih sebelum dia meninggal berdasarkan wahyu (pulung) yang dia terima dari Tuhan. Pulung ini merupakan “pesan rahasia” yang diberikan Tuhan kepada Sultan tentang berbagai hal, termasuk soal penggantinya kelak.
            Di bawah Sultan dan Ulama ada pejabat2 pemerintahan yang bergelar Perdana Menteri, Lurah, bupati dsb. Mereka ini semua merupakan pejabat-pejabat pilihan Sultan untuk melaksanakan tugas yang diberikan dari Istana, sekaligus menjadi perwakilan Sultan di daerah.
            Nah hingga saat ini, sistem pemerintahan seperti ini masih digunakan di Indonesia. Hanya nama pemimpinnya tidak Sultan, melainkan Presiden. Presiden dibantu oleh menteri2 nya, dan dibantu Gubernur, Bupati, Walikota, Camat, Lurah hingga Ketua RT/RW sebagai perwakilan pejabat di masyarakat.
2.       Dalam bidang sosial ;
Pada masa kekuasaan Kerajaan-Kerajaan Islam, terdapat sistem sosial seperti berikut
Sultan dan Bangsawan: Sultan dan Keluarganya
Golongan Elit : Pejabat Pemerintah, Menteri, BUpati, Syahbandar (kepala pelabuhan)dsb.
Golongan Non Elit: Petani, Nelayan, Pejabat rendahan dsb.
Hamba Sahaya/Budak : Orang yang tak mampu membayar utangnya, Gelandangan, Kriminal dsb.

      Pada masa itu, semua golongan di bawah Sultan memberikan penghargaan dan penghormatan kepada Sultan dan Keluarganya, terlebih ketika Sultan tersebut merupakan Sultan yang sangat dekat dengan rakyatanya. Hal ini sampai sekarang masih berlangsung. MIsalnya ketika Sultan Jogjakarta menikahkan putri bungsunya, ribuan rakyat memadati Kota Jogjakarta untuk bisa sekilas melihat “Royal Wedding” tersebut sebgai symbol penghormatan kepada “Sultan” mereka meskipun tanpa KErajaan lagi. 

3.       Dalam Bidang EKonomi.
Dalam bidang ekonomi, KErajaan Islam tidak banyak berbeda dengan ekonomi pada masa Kerajaan Hindu-Buddha. Perdagangan dan pertanian masih menjadi kegiatan ekonomi utama masyarakat. Jika pada masa KErajaan Hindu-Buddha sudah menggunakan alat tukar berbentuk mata uang emas atau coin perak, zaman Kerajaan Islam juga sudah menggunakan alat tukar berupa coin emas dsb. Pengaruhnya tentu sampai hari ini. Indonesia merupakan salah satu negara yang tinggi ekspor impornya, dan perdagangan kita menggunakan alat tukar yaitu Rupiah hanya bedanya, zaman sekrang dikenal mata uang dari kertas.
Selain itu di Indonesia juga banyak ditemukan pemukiman-pemukiman yang dihuni oleh orang-orang arab. Wilaya ini disebut Pekojan. Biasanya ada di pesisir Pantai. HIngga hari ini masih banyak ditemukan Pekojan, misalnya di Jakarta Utara, Surabaya, Semarang dan Solo.

4.       Dalam bidang bahasa banyak bahasa Arab termasuk kosa kata yang terkait tentang agama Islam yang diadopsi oleh bahasa Indonesia. Kata Amal, kitab, Syarikat, wujud, ajaib dan masih banyak kata lainnya.
5.       Dalam bidang Budaya dan sastra
a)      Penanggalan Islam yang dikenal dengan Kalender Hijriah yang diawali bulan Muharram dan diakhri bulan Zulhijah.
b)    Seni menulis indah yang disebut Kaligrafi.
c)     Seni Rupa menggunakan teknik Stilisasi (deformasi) atau menyamarkan bentuk, karena dalam Islam dilarang meluki mahluk bernyawa.           
d)    Seni Tari: Tari Seudati, Debus dan Zapin.
e)    .      Sastra ;
1.       Hikayat : Kisah perseorangan yang diangkat dari tokoh-tokoh terkenal yang hidup pada masa itu.
2.       Suluk   : Kitab-kitab yang berisi ajaran Tasawuf.
3.       Babad: Suatu tulisan sejarah/karya sastra yang hidup dalam masyarakat tradisional dan lingkungan kebudayaan Jawa.

Akulturasi budaya Kerajaan Islam dengan Hindu-Buddha.



1.       Kosakata Arab dipakai dan diserap ke dalam bahasa Melayu dan bahasa Indonesia.
Modifikasi huruf Pallawa (Hindu/Budha) ke dalam bahasa Arab yg dikenal dengan Huruf Jawi.
2.   Seni Bangunan
a. Makam: ~ dibangun di atas bukit, mirip letak candi-candi Hindu Budha. 
b.  Mesjid: ~ Atapnya tumpang atau bertingkat yang jumlahnya selalu ganjil
      ~Posisi Mesjid agak tinggi dari permukaan tanah dan berundak
     ~ Dibangun berdekatan dengan Keraton dan Alun-Alun Kerajaan
     ~ Atap masjid diberi Mustaka agar terkesan meruncing
   ~ Bangunannya seperti pendopo berbentuk bujur sangkar.
   ~ Ada serambi sebagai tempat membilas/mencuci kaki
3. Kalender Jawi : yang dibuat oleh Sultan Agung, dengan cara memadukan penanggalan Hindu (Saka) dan Hijriah. 





Komentar

Postingan Populer