Dari Demak hingga Mataram Islam (Kelas X WAJIB)
Kerajaan
Demak.
Kerajaan
ini didirikan oleh Raden Patah (Jin Bun) salah seorang keturunan Raja
Kerthabumi (Brawijaya 5) dari Majapahit dengan ibu seorang putri dari
China. Pada saat dalam kandungan Raden Patah dititipkan di Palembang,
tempat di mana ia bertumbuh dan mendapat ajaran Islam dan berubah menjadi
penganut Islam yang taat dan bercita-cita besar.
Pada
perkembangannya, Patah pindah ke Demak (Dekat Semarang) untuk mengembangkan
komunitas Islam. Pada saat itu Pulau JAwa masih dikuasai oleh Kerajaan
Majapahit yg sedang dipimpin oleh ayahnya sendiri Kerthabumi. Pada tahun 1478,
Patah bergerak ke Majapahit dan menawan Kerthabumi tanpa pertumpahan darah, dan
membawanya ke Demak. Sejak saat itu Majapahit hancur.
Kehancuran
MAjapahit membuka peluang Demak berkembang menjadi Kerajaan Islam untuk
menggantikan Majapahit.
Faktor-Faktor yang
menyebabkan Demak berkembang sebagai kerajaan.
1. Letaknya baik untuk
pelabuhan yaitu di muara sungai Demak, hubungannya dengan daerah pedalaman yang
menghasilan bahan ekspor juga mudah dilakukan (rempah-rempah dan beras)
2. Kedudukan/posisinya
strategis untuk perdagangan nasional, karena terletak di tepi jalan nasional
antara Indonesia bagian barat dan timur.
3. Faktor politik berupa
kemunduran Majapahit, sehingga Demak berkembang menjadi kerajaan besar baru.
Sejarah mencatat bahwa Demak melakukan serangan terhadap Majapahit, pada
akhirnya Majapahit runtuh tahun 1478.
Pada saat Raden Patah
memimpin Demak, Kerajaan ini menjalin kerjasama dengan banyak negara, termasuk
negara pelabuhan penting di Utara yaitu Malaka. Sayangnya Pada
tahun 1511, Malaka ditaklukkan oleh Portugis. Ini merugikan perdagangan antara
Malaka dengan Demak.
Raden
Patah akhirnya mengutus putranya, Dipati Unus (Yat-Sun) atau yang dikenal
dengan Pangeran Sabrang Lor (Lor berarti utara dalam bahasa Jawa/
menyerang ke utara) untuk menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1512.
Dipati Unus berangkat dengan 100 kapal, namun penyerangan ini mengalami
kegagalan karena kurangnya strategi dan peralatan militer.
Pada
masa pemerintahan Raden Patah ini, Agama Islam merupakan pemersatu dan
semangat baru yang dapat menimbulkan kekuatan besar. Hal ini diakibatkan oleh
peran besar Para Wali yang disebut Wali Songo diantaranya Sunan Kalijaga,
Bonang, Drajad dsb. Setelah Raden Patah wafat pada tahun 1518, dia
digantikan oleh anaknya yaitu Dipati Unus yang telah disinggung sebelumnya.
Dipati
Unus
Sultan
ini hanya berkuasa selama 3 tahun dari 1518-1521, ia wafat tanpa meninggalkan
seorang putra, kemudian Trenggono menggantikan posisi Dipati Unus sebagai
Sultan Demak.
Trenggono.
Trenggono
menjadi penguasa Demak dari tahun 1521-1546. Dia berhasil membawa Demak ke
puncak kejayaannya. Pada masa kepemimpinannya, Demak melakukan penaklukan dan
perluasan wilayah atas Pajajaran (Sunda), Majapahit dan Blambangan karena
kerajaan-kerajaan Hindu tersebut mengadakan hubungan kerjasama dengan Portugis
yang merupakan lawan utama Kerajaan Demak.
Sultan Trenggono
mengirimkan sejumlah kapal perang dan pasukan Demak ke Sunda Kelapa (Jakarta
sekarang) di bawah pimpinan Fatahillah. Sunda Kelapa yang pada saat itu
termasuk dalam wilayah Kerajaan Pakuan (Sunda-Pajajran) dan belum terlindungi
benteng Portugis, berhasil dikuasai oleh Pasukan Demak. Pada tahun 1527, Sunda
Kelapa berhasil dikuasai penuh oleh pasukan Demak dan diganti namanya menjadi
Jayakarta.
Pada
tahun 1546 armada Demak menyerang kekuasaan Hindu di Blambangan. Pelabuhan
menjadi sasarannya adalah Panarukan. Serangan ke Jawa Timur itu dibantu oleh
armada dari Banten dan Cirebon yang juga dipimpin oleh Fatahillah. Dalam
serangan ke Panarukan tersebut, Sultan Trenggono ikut serta dalam
rombongan pasukan Demak, tetapi dia dibunuh oleh seorang pengawalnya.
Kematian
Trenggono menyisakan pergolakan dalam keluarga Istana Demak. Begini kisahnya:
Setelah
kematian Adipati Unus, Istana Demak diwarnai konflik kekuasaan mengenai siapa
yg paling pas menjadi pengganti Unus. Trenggono, adik Adipati
Unus dari permaisuri merasa lebih pantas. Sementara itu Sekar Sedo Lepen, yg dr
segi usia lebih tua dr Trenggono meskipun berbeda ibu (bukan permaisuri) juga
merasa lebih pantas menggantikan Unus.
Pada
akhirnya Prawoto (Anak Trenggono) mengirimkan utusan untuk membunuh Sedo Lepen
dan berhasil. Trenggono kemudian dinobatkan menjadi Raja Demak. Namun ketika
Trenggono wafat, dendam lama keturunan Sekar Sedo Lepen memuncak. Arya
Panangsang, membalaskan kematian ayahnya, dan membunuh Prawoto.
Untuk
beberapa saat Arya Panangsang berhasil menjadi penguasa Demak, namun beliau
juga dibunuh oleh salah satu menantu Trenggono bernama Jaka Tingkir (Hadiwijaya).
Arya
Panangsang pun akhirnya dibunuh oleh Hadiwijaya (Jaka Tingkir) adik ipar
Prawoto (menantu Trenggono). Hadiwijaya berhasil menjadi Sultan Demak, dan dia
memindahkan pusat kerajaan Demak dari pesisir ke pedalaman di Pajang.
Kepindahan ini bisa dikatakan sebagai akhir dari riwayat Kerajaan Demak yang
hancur karena konflik keluarga Istana Kerajaan.
Namun
meskipun sebagai Sultan Demak, Joko Tingkir lebih dikenal sebagai penguasa
Pajang, maka bisa dikatakan konflik keluarga antara Arya Panangsang dengan
Prawoto ini menjadi cikal bakal runtuhnya kuasa Demak di Pulau Jawa, digantikan
oleh Pajang di bawah Joko Tingkir atau Hadiwijaya.
Kerajaan Mataram Islam.
Kalian
masih ingat Jaka Tingkir? Dari kerajaan mana?. Dalam cerita sejarah, disebutkan
bahwa Jaka Tingkir menang sayembara untuk menumpas Arya Panangsang. Setelah
berhasil melaksanakan tugas tersebut, Jaka Tingkir diangkat menjadi Sultan
Demak, namun dia memindahkan ibukota Demak dari pesisir ke pedalaman yaitu ke
Pajang, sejak saat itu Demak bisa dikatakan sudah hancur dan digantikan oleh
Kerajaan Pajang.
Ternyata dalam melakukan tugas penumpasan terhadap Arya Panangsang tsb, Jaka
Tingkir meminta bantuan kepada seseorang bernama Ki Ageng Pamanahan. Pamanahan
akan diberi hadiah sebuah wilayah yang bernama Mataram jika misi tersebut
sukses. Setelah misi tersebut berhasil, Mataram diberikan kepada Ki Ageng
Pamanahan.
Mataram akhirnya berkembang dari sekedar kampung menjadi sebuah Kerajaan, pada
tahun 1578, Pamanahan membangun Keraton di sana. Setelah Pamanahan wafat pada
tahun 1584, dia digantikan oleh putranya yg bernama Panembahan Senopati. Perlu
diketahui bahwa Senopati ini merupakan menantu dari Raja Pajang yaitu Jaka
Tingkir. Ketika Jaka Tingkir wafat pada tahun 1587, Senopati ingin memperluas
wilayah Mataram dengan menaklukkan wilayah2 yg sebelumnya menjadi milik
Kerajaan Pajang dan Demak.
Hingga beliau wafat, Senopati telah berhasil menaklukkan Madiun, Surabaya,
Kediri, Kedu dan berhasil menjalin persahabatan dengan Cirebon. Beliau
digantikan oleh anaknya yang bernama Raden Mas Jolang (Seda Ing Krapyak), pada
masa nya, Sultan ini mengembangkan pembangunan Ibukota Mataram yaitu Kota Gede
(dekat dgn Kota Jogjakarta).
Setelah wafatnya Seda Ing Krapyak, Mataram dipimpin oleh Sultan Agung yang
membawa Mataram kepada masa keemasan dan kejayaannya. Pada masa Sultan ini,
Mataram melanjutkan penaklukan wilayah2 baru, serta penaklukan kembali
wilayah-wilayah yang dulu sudah pernah takluk namun berontak atau ingin
memisahkan diri dari Mataram.
Namun Sultan Agung tidak dengan mudah mampu memimpin Mataram dia mengalami
beberapa rintangan dan tantangan yaitu:
1. Bupati2 yg tidak mau
tunduk kpd Mataram seperti Pati, LAsem, Tuban, Surabaya, Madura, BLora, Madiun
dan Bojonegoro
2. Berkembangnya
Kerajaan Banten dan Cirebon di sebelah barat.
3. VOC memindahkan pusat
operasinya dari Ambon ke Batavia pada tahun 1619.
Pada akhirnya Sultan Agung berhasil
menaklukkan Pati, Giri, Blambangan, Surabaya. Dan yang paling penting adalah
serangan Mataram Islam ke pusat pendudukan VOC di Batavia (Jakarta sekarang).
Jadi bisa dikatakan Sultan Agung merupakan penguasa terbesar di Pulau Jawa, dan
menguasai hampir seluruh wilayah Pulau Jawa kecuali, Banten, Batavia dan
Cirebon.
Serangan ke Batavia berlangsung selama 2 kali, yaitu tahun 1628 dan 1629.
Sayangnya dua kali serangan ini mengalami kegagalan dikarenakan banyak faktor :
1. Bocornya strategi
pasukan Mataram oleh mata2 dan prajurit VOC.
2. Jauhnya jarak anatara
Mataram dan Batavia
3. Dibakarnya gudang
logistik (makanan) pasukan Mataram
4. Jalur yang dilalui
pasukan Mataram merupakan hutan-hutan yg sulit dilewati.
5. Kuatnya pertahanan
dan Benteng VOC di Batavia.
Jadi
dapat disimpulkan beberapa hal yang dilakukan Sultan Agung selama masa
kepemimpinannya di Mataram
1. Mengatur dan
mengawasi semua wilayah Mataram dari Ibukota KOTAGEDE
2. Membangun kekuatan
maritime dan agraris Mataram, terutama ekspor beras
3. Melakukan mobilisasi
militer/serangan ke Batavia sebanyak dua kali.
4. Membuat penanggalan
Jawa atau Penanggalan Jawi.
5. Menyusun karya sastra
yg sangat terkenal yaitu Sastra Gending
6. Menyusun kitab
undang2 yg disebut Surya Alam.
7. Membangun kompleks
pemakaman raja2 MAtaram di Imogiri.
Setelah
Sultan Agung wafat pada tahun 1645, para penggantinya tidak mampu melanjutkan
apa yang telah dimulai oleh Sultan Agung. Para penggantinya dari Amangkurat I
s.d Pakubuwono III, malah berebut tahta kerajaan.
Konflik ini dimanfaatkan oleh VOC sebagai jalur masuk ke dalam keluarga Istana,
mendukung calon Sultan yang mereka rasa mampu memenuhi kepentingan VOC di Pulau
JAwa, dan mengadu dombanya dengan calon pangeran yang lain. Pada akhirnya
Mataram Islam yang luas dan besar pada masa Sultan Agung itu terpecah menjadi
dua yaitu Jogjakarta dan Surakarta (Solo).
Perpecahan ini terjadi melalui sebuah perjanjian yaitu Perjanjian Giyanti
pada tahun 1755. Kerajaan Jogjakarta dipimpin oleh Sultan Hamengkubuwono I dan
Kerajaan Surakarta dipimpin oleh Pakubuwono.
Pada tahun 1757, muncul lagi perjanjian Salatiga yang isi nya membagi Kerajaan
Surakarta menjadi dua, yaitu Surakarta dan Mangkunegaraan. Hingga pada tahun
1813, Jogjakarta harus dibagi lagi menjadi dua yaitu Jogjakarta dan
Pakualaman.
Jadi pada akhirnya, hingga saat ini Kerajaan Mataram Islam terbelah menjadi 4
yaitu Jogjakarta, Surakarta, Mangkunegaraan, Pakualaman dan masing-masing
memiliki Sultan dan Keraton sendiri.
Komentar
Posting Komentar