Bahan Ulangan Sejarah Peminatan Kelas XI
Anak-anak “sekolahan” itu bergerak menuju
Indonesia…
Teman-teman semester yg lalu kita sudah membahas tentang kedatangan
bangsa barat ke Indonesia. Kita juga sudah membahas bahwa pada awalnya mereka
hanya berdagang sekaligus membeli rempah-rempah yg pada saat itu hanya tumbuh
di Indonesia.
Kita juga sudah bahas, bahwa pada akhirnya mereka tidak hanya ingin berdagang
dan menguasai perdagangan di Indonesia, mereka sekaligus ingin menguasai
Indonesia agar semua hasil bumi Indonesia terutama rempah2 dapat mereka ambil
tanpa harus repot-repot berdagang.
Lama kelamaan nenek moyang kita yang hidup pada masa itu marah kepada orang-orang
Belanda. Dengan keterbatasan senjata, mereka mencoba mengusir dan melawan
Belanda.
Kita tahu bahwa Rakyat Jawa melakukan perlawanan bersenjata melawan Belanda
dipimpin oleh Pangeran Diponegoro. Kita juga tahu bahwa strategi Benteng
Stelsel mampu memadamkan perlawanan Diponegoro, hingga dia ditangkap dan
diasingkan ke Batavia, kemudian ke Manado dan akhirnya ke Makassar sampai beliau
meninggal.
Banyak, ya banyak sekali. Sebutlah lagi, Sultan Hasanuddin dari Makassar, Ageng
Tirtayasa dari Banten, Pattimura dari Ambon, Imam Bonjol dari Sumatera Barat,
SIsingamangaraja dari Tanah Batak. Dan ribuan bahkan jutaan orang nenek moyang
kita yang berjuang memikul senjata melawan Belanda. Tujuan mereka semua sama:
“MENGUSIR BELANDA DARI INDONESIA
Meskipun kenyataannya perlawanan sederet Pahlawan kita tersebut belum mampu
mengusir Belanda, mereka telah memberikan pesan besar kepada Belanda bahwa ada
JIWA perlawanan terhadap penindasan di tubuh orang-orang Indonesia.
Perjuangan dengan senjata, terpisah
dan sporadis (sendiri-sendiri) berlangsung hingga akhir abad ke 19. Sekitar awal abad ke 20 (tahun 1900an) perjuangan
mereka yg telah disebut di atas dilanjutkan oleh para pemuda Indonesia yang
sudah sekolah atau terpelajar. Namun kali ini perlawanannya berbeda dengan
perlawanan sebelumnya jika sebelumnya, menggunakan senjata dan bilah pedang,
kali ini memakai “senjata” pikiran dan ilmu pengetahuan.
Jika dulu pemimpin perjuangan mengusir Belanda adalah Raja dan Sultan, kali ini
(Abad ke 20) dimotori oleh orang-orang sekolahan (terpelajar), atau anak-anak
muda Indonesia yang sudah belajar di sekolah2 Belanda di INdonesia dan sebagian
kuliah di negeri Belanda di Eropa sana. Mereka yang terpelajar ini melakukan
sebuah gerakan baru menuju kemerdekaan yang disebut PERGERAKAN NASIONAL.
Pergerakan nasional merupakan sebuah cara
baru untuk mengusir belanda dari Indonesia tanpa melalui cara kekerasan
dan pertumpahan darah.
Pak, kenapa ya tiba-tiba perlawanan terhadap Belanda itu berubah drastis? Kan
dulu kesan perlawanan kita itu “maskulin”. Perlawanan lewat Perang dan angkat
senjata. Kenapa sekarang berubah total, dan apakah nanti perlawanan jenis baru
ini bisa berhasil mengusir Belanda dari Indonesia??
Ya, jadi gini. Tidak semua juga orang2 Belanda itu sejahat yg kita bayangkan.
Di kalangan orang-orang Belanda sendiri, ada orang2 yg ga setuju atas “penindasan”
ratusan tahun Belanda terhadap Indonesia. Salah satunya bernama Van Deventer.
Dia pernah mengatakan bahwa Belanda harus membayar “Utang Kehormatan” kepada
Indonesia.
Menurut Van Deventer, Belanda sudah mendapat banyak keuntungan dari Indonesia.
Sudah sepantasnya Belanda “mengembalikan” sebagian dari keuntungan itu kepada
bangsa Indonesia. Pada akhirnya Ratu Belanda yg bernama Wilhelmina, setuju
dengan ide itu.
Maka dilakukan lah apa yg disebut dengan Politik Etis dengan 3 kebijakan
utama:
1. Edukasi (Memberikan pendidikan bagi orang Indonesia, meskipun masih
terbatas bagi anak2 pejabat pribumi)
2. Irigasi (membangun saluran air, meskipun kebanyakan menuju perkebunan2
Belanda)
3. Transmigrasi (memindahkan orang dr tempat padat ke tempat yg tidak
padat).
Edukasi ini lah yg nantinya menghasilkan orang-orang Indonesia terdidik
yang menjadi penggerak dan pemimpin pergerakan nasional tersebut. Orang2
terdidik ini bisa membaca,bisa berhitung, ngerti hukum, tahu sejarah dunia dsb.
Mereka tahu bahwa jika Indonesia tetap menggunakan senjata api dan pedang untuk
mengusir Belanda maka pasti kalah, karena kala itu bangsa Indonesia tidak punya
senjata sehebat yang Belanda punya.
Selain itu, mereka juga terinspirasi dari banyak hal baik itu dari luar
Indonesia maupun dari dalam Indonesia, yg pada akhirnya mendorong mereka untuk
melakukan sebuah gerakan menuju kemerdekaan Indonesia, mari kita lihat satu per
satu:
Inspirasi dari Luar (Eksternal)
1 Kemenangan Jepang atas Rusia tahun 1905.
Ini
merupakan kemenangan pertama bangsa Asia melawan Eropa di zaman modern.
Kemenangan ini menginspirasi bangsa Asia lainnya yang selama ini dianggap
sebagai bangsa kelas II, bangsa yang tertinggal jauh dari bangsa-bangsa Eropa.
2. Nasionalisme Turki oleh Mustapa Kemal Pasha
Turki
sebuah negara Asia di Timur Tengah. Yang sebelumnya dijuluki “The Sick Man From
Europe” berubah menjadi negara modern dan kuat, di bawah pimpinan Mustapa Kemal
Pasha.
3. Keberhasilan Revolusi tahun 1911 di China.
Partai Kuomintang pimpinan Sun Yat Sen, berhasil menggulingkan kekuasaan
Dinasti Qing di China dan membuat China menjadi negara Republik.
4. Gerakan kemerdekaan kemanusiaan di India yang dipelopori oleh Mahatma Gandhi. Ajaran Satyagraha, Ahimsa, Hartal,
Swadeshinya mampu menggerakkan rakyat India berjuang bersama untuk meraih
kemerdekaan India dari Inggris.
Inspirasi
dari dalam (Internal)
1. Kejayaan masa lalu.
Kejayaan
masa lalu berarti berbicara tentang “Indonesia” yang dulu pernah jaya, ketika
masih bernama Majapahit dan Sriwijaya. Kejayaan itu ingin diulang kembali oleh anak2
muda terpelajar itu dan cara satu2nya agar itu bisa terlaksana adalah dengan
mengusir Belanda dari Indonesia.
2. Politik Drainage
(Penghisapan)
Penghisapan
ini sudah terjadi sejak VOC menguasai Indonesia, kita dipaksa membayar pajak
(Contingenten) dan penyerahan wajib (Levarantie). Kemudian dipaksa lagi menanam
tanaman ekspor (Tanam Paksa), kemudian kekayaan alam kita dikeruk habis tanpa
membagi sedikit pun untuk orang2 Indonesia yg notabene adalah pemilik itu semua.
3. Diskriminasi Rasial.
Kebijakan
ini juga sangat menyakitkan. Pada zaman Belanda, di Indonesia ada tiga lapisan
masyarakat yaitu EROPA > TIMUR ASING baru PRIBUMI. Seperti biasa kita selalu
terbawah. Kita tidak dianggap sepenuhnya sebagai seorang manusia merdeka.
4. Munculnya Golongan
terpelajar.
Munculnya
golongan terpelajar sudah dibahas di atas. Politik Etis memungkinkan sebagian orang-orang
Indonesia kala itu menikmati bangku sekolah hingga Perguruan Tinggi.
Pada akhirnya semua faktor di atas, internal maupun eksternal mendorong sebuah
Pergerakan Nasional yang dimotori oleh anak-anak muda terpelajar Indonesia.
Mereka membentuk organisasi atau perkumpulan yang tujuan akhirnya adalah
Indonesia merdeka. Kita akan melihat 3 organisasi pertama yang berdiri di
Indonesia yang dianggap sebagai “Inspirator” berdirinya organisasi-organisasi
pergerakan nasional lainnya di Indonesia.
A. Boedi Oetomo.
Organisasi ini didirikan pada tanggal 20 Mei 1908. Semula berawal dari
kampanye mengumpulkan beasiswa untuk anak-anak di JAwa oleh Mas Ngabehi Wahidin
Soedirohusudo. Gerakan ini berkembang ketika Wahidin bertemu dengan beberapa
anak muda pelajar STOVIA (Sekolah Dokter Djawa) salah satunya SOETOMO. Pada
akhirnya mereka bersepakat membuat satu organisasi yg dinamakan Budi Utomo
(Budi/kebijaksanaan yg utama), dengan Sutomo sebagai ketuanya.
Organisasi ini bergerak dalam bidang Pendidikan. Pada mulanya anggotanya adalah
mahasiswa kedokteran di STOVIA, namun nanti berkembang dan memiliki banyak
anggota dari berbagai kalangan terutama para priyayi (pejabat2 daerah).
Pada perkembangannya, Budi Utomo didominasi oleh kaum Priyayi (pegawai-pegawai
Belanda) dan ruang geraknya sangat terbatas yaitu dalam bidang pendidikan. Para
kaum muda yang menginginkan gerakan yang lebih “keras” yaitu memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia pada akhirnya keluar dari Budi Utomo.
Pada tahun 1924 Soetomo pun pada akhirnya keluar dan membuat organisasi
baru yg disebut Indonesische Studie Club dan berkembang
lagi menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Ada akhirnya Budi Utomo melebur/bergabung ke
dalam PBI hingga membentuk PARINDRA (Partai Indonesia Raya) pada tahun 1935. Bisa dikatakan
dengan bergabungnya Budi Utomo ke dalam organisasi lain, berakhir pulalah
riwayatnya sebagai sebuah organisasi.
Namun yang terpenting dari semua itu adalah, Budi Utomo telah mengawali
sebuah gerakan menuju kemerdekaan dalam bentuk organisasi. Pemerintah Indonesia
akhirnya menetapkan hari kelahiran Budi Utomo 20 Mei sebagai Hari KEBANGKITAN
NASIONAL.
B. Sarikat Islam.
Bermula dari Sarikat Dagang Islam (SDI) di Kota Solo, bentukan Haji
Samanhudi pada tahun 1911. SDI bergerak dalam bidang ekonomi, yaitu
memperjuangkan nasib para pedagang batik pribumi di Solo dalam menghadapi
persaingan dengan pedagang China.
Setahun kemudian SDI berubah nama menjadi Sarekat Islam (SI) dan
dipimpin oleh Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto. Perubahan nama ini
ternyata untuk memperluas jangkauan organisasi, sehingga yg menjadi anggotanya
tidak hanya para pedagang tapi dari semua kalangan masyarakat. Organisasi ini
menentang segala macam bentuk penindasan dan kesombongan rasialis (merendahkan
ras/bangsa tertentu).
Berikut tujuan didirikannya SI:
1. Mengembangkan
jiwa dagang
2. Memberikan
bantuan kepada anggota2 yg mengalami kesulitan
3. Memajukan
pengajaran/pendidikan dan semua yg mempercepat naiknya derajat bumiputra (orang
pribumi)
4. Menentang
pendapat2 yg keliru tentang Islam.
SI
merupakan salah satu organisasi massa yang memiliki anggota yang banyak. Karena
sifatnya yang terbuka untuk semua kalangan masyarakat. Hal ini juga disebabkan
oleh pengaruh kepemimpinan Tjokroaminoto yang dikenal sebagai ahli pidato dan
berkharisma kuat.
SI juga melengkapi organisasinya dengan sebuah Koran yang disebut Oetoesan Hindia. Koran ini merupakan surat kabar milik SI. Satu kali Surat Kabar Niews
Van Dag, tahun 1915, menuliskan bahwa “Orang Jawa, sangat
primitif dan sifatnya seperti anak2, nakal, tak seimbang, malas, tidak dapat
dipercaya, sehingga tidak dapat mengatur diri sendiri”.
SI,
melalui surat kabarnya, Oetoesan Hindia mengajukan protes kepada Pemerintah
Belanda, dan menuntut agar penulisnya diproses secara hukum.
Pada perkembangannya, SI dimasuki oleh anggota yang
berpaham Komunis. SI cabang Kota Semarang, di bawah pimpinan Semaun dan Darsono merupakan
pelopor masuknya paham komunis ke dalam SI.
Pada akhirnya SI terbelah menjadi dua yaitu SI Merah (yg sudah
terpengaruh paham Komunis) dan SI Putih (SI yg persis seperti
pertama kali didirikan). Pada akhirnya disiplin partai dilakukan. Para anggota
SI yang sudah komunis, dikeluarkan nantinya mereka membentuk PKI (Partai
Komunis Indonesia).
Perpecahan ini menjadi salah satu penyebab melemahnya kekuatan SI dibandingkan
dengan sebelumnya. Hingga pada pada tahun 1930 SI dirubah menjadi Partai
Politik yaitu Partai Sarikat Islam Indonesia.
C. Indische Partij
Jika ditanyakan apa organisasi pergerakan yang paling “berani” di
awal-awal pergerakan nasional? Mungkin jawabannya adalah Indische Partij (IP)
Organisasi ini didirikan pada 25 Desember 1912, oleh Tiga Serangkai, Douwes
Dekker, Tjipto Mangunkusumo dan Ki Hadjar Dewantara.
Douwes Dekker sejak lahirnya merupakan seorang Indo (atau setengah
eropa, setengah pribumi), Dalam perjalanan hidupnya, dia melihat perlakuan
diskriminatif Orang Eropa totok terhadap pribumi dan Indo. Menurutnya semua
orang harus berada pada posisi yang sama tidak dilihat dari suku atau rasnya.
Untuk memperjuangkan pemikirannya ini dia melakukan perjalanan di Pulau
Jawa untuk berkampanye, dia bertemu dengan Tjipto Mangunkusumo dan Ki Hadjar
Dewantara. Bersama-sama mereka mendirikan Indistje Partij, pada perkembangannya
IP memiliki banyak cabang dan anggota, yg terdiri dari golongan Indo dan
pribumi.
Tujuan utama IP adalah membangun patriotism semua INDIERS terhadap
tanah air yg telah memberikan lapangan hidup kepada mereka. Semua orang harus
bekerjasama memajukan Hindia untuk persiapan menuju kemerdekaan.
Semboyan IP yg terkenal adalah INDIE VOOR INDIER (Indonesia untuk orang
Indonesia). Maka bisa dikatakan organisasi ini bergerak dalam bidang politik. Karena bergerak dalam bidang politik, IP tidak
diberikan izin oleh Pemerintah Belanda. Meskipun tidak diberikan izin IP tidak
berhenti mewujudkan cita-citanya. Hal ini bisa dilihat dari peristiwa pada
tahun 1913. Pada saat itu di Indonesia akan diadakan pesta peringatan 100 tahun
kemerdekaan Belanda dari Penjajahan Prancis.
Perayaan ini tentu saja melukai hati rakyat Indonesia yang justru
dijajah oleh Belanda. Dan parahnya, Belanda memungut uang dari rakyat sebagai
biaya perayaan tersebut.
Ki Hadjar Dewantara menulis sebuah artikel dengan judul “Als i
keens Nederlander Was” (Andaikan aku seorang Belanda). Artikel ini
merupakan sebuah sindirian pedas kepada Belanda. Yang seperti tidak punya rasa
bersalah dan kepekaan terhadap orang Indonesia.
MERAYAKAN KEMERDEKAAN BELANDA DI TANAH YANG DIJAJAH OLEH BELANDA. ITU
MENYEDIHKAN…
Akibat
sepak terjang tokoh2 IP ini dianggap membahayakan pemerintah Belanda, pada
akhirnya mereka bertiga diasingkan ke Belanda. Pengasingan ini membuat IP
kehilangan pemimpin dan akhirnya mengalami kemunduran dan bubar.
Komentar
Posting Komentar