Bahan UH 3, Sejarah Wajib kelas X

Kerajaan Mataram Islam.
          Kalian masih ingat Jaka Tingkir? Dari kerajaan mana?. Dalam cerita sejarah, disebutkan bahwa Jaka Tingkir menang sayembara untuk menumpas Arya Panangsang. Setelah berhasil melaksanakan tugas tersebut, Jaka Tingkir diangkat menjadi Sultan Demak, namun dia memindahkan ibukota Demak dari pesisir ke pedalaman yaitu ke Pajang, sejak saat itu Demak bisa dikatakan sudah hancur dan digantikan oleh Kerajaan Pajang. 
            Ternyata dalam melakukan tugas penumpasan terhadap Arya Panangsang tsb, Jaka Tingkir meminta bantuan kepada seseorang bernama Ki Ageng Pamanahan. Pamanahan akan diberi hadiah sebuah wilayah yang bernama Mataram jika misi tersebut sukses. Setelah misi tersebut berhasil, Mataram diberikan kepada Ki Ageng Pamanahan.
            Mataram akhirnya berkembang dari sekedar kampung menjadi sebuah Kerajaan, pada tahun 1578, Pamanahan membangun Keraton di sana. Setelah Pamanahan wafat pada tahun 1584, dia digantikan oleh putranya yg bernama Panembahan Senopati. Perlu diketahui bahwa Senopati ini merupakan menantu dari Raja Pajang yaitu Jaka Tingkir. Ketika Jaka Tingkir wafat pada tahun 1587, Senopati ingin memperluas wilayah Mataram dengan menaklukkan wilayah2 yg sebelumnya menjadi milik Kerajaan Pajang dan Demak.
            Hingga beliau wafat, Senopati telah berhasil menaklukkan Madiun, Surabaya, Kediri, Kedu dan berhasil menjalin persahabatan dengan Cirebon. Beliau digantikan oleh anaknya yang bernama Raden Mas Jolang (Seda Ing Krapyak), pada masa nya, Sultan ini mengembangkan pembangunan Ibukota Mataram yaitu Kota Gede (dekat dgn Kota Jogjakarta).
            Setelah wafatnya Seda Ing Krapyak, Mataram dipimpin oleh Sultan Agung yang membawa Mataram kepada masa keemasan dan kejayaannya. Pada masa Sultan ini, Mataram melanjutkan penaklukan wilayah2 baru, serta penaklukan kembali wilayah-wilayah yang dulu sudah pernah takluk namun berontak atau ingin memisahkan diri dari Mataram. 
            Namun Sultan Agung tidak dengan mudah mampu memimpin Mataram dia mengalami beberapa rintangan dan tantangan yaitu:
1.      Bupati2 yg tidak mau tunduk kpd Mataram seperti Pati, LAsem, Tuban, Surabaya, Madura, BLora, Madiun dan Bojonegoro
2.      Berkembangnya Kerajaan Banten dan Cirebon di sebelah barat.
3.      VOC memindahkan pusat operasinya dari Ambon ke Batavia pada tahun 1619.
Pada akhirnya Sultan Agung berhasil menaklukkan Pati, Giri, Blambangan, Surabaya. Dan yang paling penting adalah serangan Mataram Islam ke pusat pendudukan VOC di Batavia (Jakarta sekarang). Jadi bisa dikatakan Sultan Agung merupakan penguasa terbesar di Pulau Jawa, dan menguasai hampir seluruh wilayah Pulau Jawa kecuali, Banten, Batavia dan Cirebon.
            Serangan ke Batavia berlangsung selama 2 kali, yaitu tahun 1628 dan 1629. Sayangnya dua kali serangan ini mengalami kegagalan dikarenakan banyak faktor :
1.      Bocornya strategi pasukan Mataram oleh mata2 dan prajurit VOC.
2.      Jauhnya jarak anatara Mataram dan Batavia
3.      Dibakarnya gudang logistik (makanan) pasukan Mataram
4.      Jalur yang dilalui pasukan Mataram merupakan  hutan-hutan yg sulit dilewati.
5.      Kuatnya pertahanan dan Benteng VOC di Batavia.

Jadi dapat disimpulkan beberapa hal yang dilakukan Sultan Agung selama masa kepemimpinannya di Mataram
1.      Mengatur dan mengawasi semua wilayah Mataram dari Ibukota KOTAGEDE
2.      Membangun kekuatan maritime dan agraris Mataram, terutama ekspor beras
3.      Melakukan mobilisasi militer/serangan ke Batavia sebanyak dua kali.
4.      Membuat penanggalan Jawa atau Penanggalan Jawi.
5.      Menyusun karya sastra yg sangat terkenal yaitu Sastra Gending
6.      Menyusun kitab undang2 yg disebut Surya Alam.
7.      Membangun kompleks pemakaman raja2 MAtaram di Imogiri.
Setelah Sultan Agung wafat pada tahun 1645, para penggantinya tidak mampu melanjutkan apa yang telah dimulai oleh Sultan Agung. Para penggantinya dari Amangkurat I s.d Pakubuwono III, malah berebut tahta kerajaan.
      Konflik ini dimanfaatkan oleh VOC sebagai jalur masuk ke dalam keluarga Istana, mendukung calon Sultan yang mereka rasa mampu memenuhi kepentingan VOC di Pulau JAwa, dan mengadu dombanya dengan calon pangeran yang lain. Pada akhirnya Mataram Islam yang luas dan besar pada masa Sultan Agung itu terpecah menjadi dua yaitu Jogjakarta dan Surakarta (Solo).
      Perpecahan ini dilakukan melalui sebuah perjanjian yaitu Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Kerajaan Jogjakarta dipimpin oleh Sultan Hamengkubuwono I dan Kerajaan Surakarta dipimpin oleh Pakubuwono.
      Pada tahun 1757, muncul lagi perjanjian Salatiga yang isi nya membagi Kerajaan Surakarta menjadi dua, yaitu Surakarta dan Mangkunegaraan. Hingga pada tahun 1813, Jogjakarta harus dibagi lagi menjadi dua yaitu Jogjakarta dan Pakualaman. 
      Jadi pada akhirnya, hingga saat ini Kerajaan Mataram Islam terbelah menjadi 4 yaitu Jogjakarta, Surakarta, Mangkunegaraan, Pakualaman dan masing-masing memiliki Sultan dan Keraton sendiri.

Kerajaan Banten.
      Bermula dari sebuah daerah kecil bernama Banten Girang, Maulana Hasanudin mendirikan Kerajaan Banten.  Semula, semua wilayah Banten dikuasai oleh Kerajaan Hindu bernama Sunda Pajajaran yang beribukota di Bogor. Namun perkembangan ajaran Islam di Banten membuat Maulana Hasanudin ingin mendirikan Kerajaan Islam di Banten.
      Ketika Maulana Hasanudin wafat beliau digantikan oleh Maulana Yusuf yang memperluas wilayah Banten dengan cara menyerang Kota Pakuan (Bogor), yang menjadi pusat Kerajaan Sunda Pajajaran. Maulana Yusuf berhasil mengalahkan Sunda Pajajaran dan menguasai wilayah2 yg sebelumnya menjadi milik Sunda Pajajaran. 
      Ketika MAulana Yusuf wafat dia digantikan oleh MAulana Muhamad, yang melakukan serangan ke daerah Palembang, namun dia gugur dalam serangan tersebut. Pada masa pemerintahan Maulana Muhammad (1580-1605), Cornelis De HOutman, seorang pelaut Belanda untuk pertama kalinya tiba dan mendarat di Banten. 
      Maulana Muhamad digantikan oleh Abulmufakir Abdulkadir (1596-1651), pada masa pemerintahan nya ini, VOC memindahkan pusat operasinya ke Batavia (Jakarta) pada tahun 1619. Pada perkembangannya nanti Kerajaan Banten dirongrong oleh kepentingan VOC di Kerajaan Banten.
      Hingga nanti munculnya Sultan Agen Tirtayasa yang dengan lantang berani melawan VOC. VOC berkepentingan akan Lada yang berasal dari Banten. VOC ingin mereka diberikan hak khusus untuk berdagang Lada di Banten, bahkan ingin menguasai Banten agar perdagangan Lada menjadi lebih murah dan menguntungkan.
      Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa Kerajaan Banten memasuki zaman kejayaannya, wilayahnya meliputi Provinsi Banten sekarang, ditambah Lampung dan Palembang. PAda masa Sultan ini juga, Istana dari Surosowan dipindahkan ke Tirtayasa. Agama Islam sangat berkembang dan perdagangan juga sangat berkembang.
      Namun perlawanan Sultan Ageng terhenti ketika, putranya Sultan Haji, bekerjasama dengan VOC untuk menjatuhkannya. Sultan Haji ingin menjadi pengganti ayahnya dalam waktu yang cepat, padahal ayahnya masih menjadi penguasa Banten yang sah. Pada akhirnya terjadi lah peperangan antara pasukan Banten (Sultan Ageng Tirtayasa) melawan pengikut Sultan Haji dan tentara VOC. Peperangan ini dimenangkan oleh Sultan Haji dan VOC, hingga Sultan Ageng ditawan di BAtavia.
      Mengapa VOC mau membantu Sultan Haji?. VOC meminta syarat kepada Sultan Haji sebagai upah untuk membantu Sultan Haji yaitu dibangunnya sebuah benteng VOC yang nanti diberi nama Benteng Spelwijk, dan Sultan Haji harus mengganti biaya perang sebesar 12.000 ringgit, jumlah uang yg banyak untuk ukuran tahun itu.
Setelah Sultan Ageng Tirtayasa berhasil dijatuhkan, Sultan Haji harus membayarkan upah yg sudah dijanjikannya tersebut. Pada perkembangannya para penggantinya di kemudian hari tidak mampu memimpin kerajaan secara baik karena campur tangan VOC, hingga nanti Kerajaan Banten dibubarkan pada tahun 1808. Semua bekas wilayah Kerajaan Banten dipecah menjadi kabupaten2 kecil misalnya, Tangerang, Serang, Lebak, Caringin.



Komentar

Postingan Populer