Bahan Ulangan Harian III Sejarah Wajib Kelas XI Rabu, 04 November 2015...
Anak-anak “sekolahan” itu bergerak, pelan
tapi pasti menuju Indonesia….
Teman-teman, beberapa bulan yg lalu kita sudah memulai
pembahasan tentang awal mula kedatangan bangsa barat ke Indonesia. Kita juga
sudah membahas bahwa pada awalnya mereka hanya berdagang sekaligus membeli
rempah-rempah yg pada saat itu hanya tumbuh di Indonesia.
Kita juga
sudah bahas, bahwa pada akhirnya mereka tidak hanya ingin berdagang dan
menguasai perdagangan di Indonesia, mereka sekaligus ingin menguasai Indonesia
agar semua hasil bumi Indonesia terutama rempah2 dapat mereka ambil tanpa harus
repot-repot berdagang.
Lama
kelamaan nenek moyang kita yang hidup pada masa itu jengah dan marah kepada
bangsa Belanda. Dengan keterbatasan senjata, mereka mencoba mengusir dan
melawan Belanda. Kita sudah buatkan sebuah majalah dinding tentang mereka.
Kita tahu
bahwa Raja Ternate, Sultan Khairun
gagal mengusir Portugis dari Maluku, anaknya yg bernama Sultan Baabullah lah yg berhasil mengusir Portugis, tapi ternyata
musuh yg lebih besar akan datang yaitu orang-orang Belanda.
Kita tahu sejak dipimpin Sultan Ali Mughayat Syah hingga Sultan Iskandar Muda, rakyat Aceh melakukan perlawanan terhadap
Portugis. Kita juga tahu ratusan tahun kemudian rakyat Aceh melakukan
perlawanan yang sama terhadap Belanda di bawah pimpinan Cut NYak Dhien dan
Teuku Umar.
Kita tahu
bahwa Rakyat Jawa melakukan perlawanan bersenjata melawan Belanda dipimpin oleh
Pangeran Diponegoro. Kita juga tahu bahwa strategi Benteng Stelsel mampu memadamkan
perlawanan Diponegoro, hingga dia ditangkap dan diasingkan ke Batavia, kemudian
ke Manado dan akhirnya ke Makassar sampai akhir hayatnya.
Banyak, ya
banyak sekali. Sebutlah lagi, Sultan Hasanuddin dari Makassar, Ageng Tirtayasa
dari Banten, Pattimura dari Ambon, Imam Bonjol dari Sumatera Barat,
SIsingamangaraja dari Tanah Batak. Dan ribuan bahkan jutaan nenek moyang kita
yang berjuang memanggul senjata melawan Belanda. Tujuan mereka semua sama:
“MENGUSIR BELANDA DARI TANAH MEREKA. MENGUSIR BELANDA YANG
TIDAK PUNYA HAK APA-APA DI TANAH INDONESIA TAPI BERLAKU SEPERTI TUAN DAN
PENGUASA…”
Meskipun
kenyataannya perlawanan sederet Pahlawan kita tersebut belum mampu mengusir
Belanda, mereka telah memberikan pesan besar kepada Belanda bahwa ada “DARAH”
perlawanan terhadap penindasan di tubuh orang-orang Indonesia.
Sekitar
abad awal Abad ke 20 (tahun 1900an) perjuangan mereka yg telah disebut di atas
dilanjutkan oleh para pemuda terpelajar Indonesia. Namun kali ini perlawanannya
berbeda dengan perlawanan sebelumnya. JIka sebelumnya, menggunakan senjata dan
bilah pedang, kali ini memakai “senjata” pikiran dan ilmu pengetahuan.
Jika dulu
pemimpin perjuangan mengusir Belanda adalah Raja dan Sultan, kali ini (Abad ke
20) dimotori oleh orang-orang sekolahan (terpelajar), atau anak-anak muda
Indonesia yang sudah belajar di sekolah-sekolah Belanda dan sebagian kuliah di
negeri Belanda di ERopa sana. Mereka yang terpelajar ini melakukan sebuah
gerakan baru menuju kemerdekaan yang disebut PERGERAKAN NASIONAL.
Pergerakan nasional
merupakan sebuah cara baru untuk
mengusir belanda dari Indonesia tanpa melalui cara kekerasan dan pertumpahan
darah.
Pak,
kenapa ya tiba-tiba perlawanan terhadap Belanda itu berubah drastis? Kan dulu
kesan perlawanan kita itu “maskulin”. Perlawanan lewat Perang dan angkat
senjata. Kenapa sekarang berubah total, dan apakah nanti perlawanan jenis baru
ini bisa berhasil mengusir Belanda dari Indonesia??
Ya, jadi
gini. Tidak semua juga orang2 Belanda itu sejahat yg kita bayangkan. Di
kalangan orang-orang Belanda sendiri, ada orang2 yg ga setuju atas “penindasan”
ratusan tahun Belanda terhadap Indonesia. Salah satu orang Belanda bernama Van
Deventer pernah mengatakan bahwa Belanda harus membayar “Utang Kehormatan”
kepada Indonesia.
Menurut Van
Deventer, Belanda sudah mendapat banyak keuntungan dari Indonesia. Sudah
sepantasnya Belanda “mengembalikan” sebagian dari keuntungan itu kepada bangsa
Indonesia. Pada akhirnya Ratu Belanda yg bernama Wilhelmina, setuju dengan ide
itu. Maka dilakukan lah apa yg disebut dengan Politik Etis dengan 3 kebijakan
utama:
1. Edukasi (Memberikan
pendidikan bagi orang Indonesia, meskipun masih terbatas bagi anak2 pejabat
pribumi)
2. Irigasi (membangun
saluran air, meskipun kebanyakan menuju perkebunan2 Belanda)
3. Transmigrasi
(memindahkan orang dr tempat padat ke tempat yg tidak padat).
Edukasi ini lah yg nantinya menghasilkan
orang-orang Indonesia terdidik yang menjadi penggerak dan pemimpin pergerakan
nasional tersebut. Orang2 terdidik ini bisa membaca, bisa berhitung. Mereka
membaca serta tahu bahwa jika Indonesia menggunakan senjata api dan pedang untuk
mengusir Belanda maka pasti kalah, karena kala itu bangsa Indonesia tidak punya
senjata sehebat Belanda.
Selain itu, mereka juga terinspirasi dari
banyak hal baik itu dari luar Indonesia maupun dari dalam Indonesia, yg pada
akhirnya mendorong mereka untuk melakukan sebuah gerakan menuju kemerdekaan
Indonesia, mari kita lihat satu per satu:
Inspirasi dari Luar (Eksternal)
1 Kemenangan
Jepang atas Rusia tahun 1905.
Ini merupakan kemenangan pertama bangsa Asia melawan
Eropa di zaman modern. Kemenangan ini menginspirasi bangsa Asia lainnya yang
selama ini dianggap sebagai bangsa kelas II, bangsa yang tertinggal jauh dari
bangsa-bangsa Eropa.
Pak, ini bisa pakai kekuatan senjata, menang, lawan Rusia
lagi pak, bangsa Eropa pula????? Tadi katanya ga bisa pakai kekuatan senjata,….
Gmna ni??? Ya memang Jepang pada tahun2 itu, punya kekuatan senjata yg mampu
mengimbangi negara2 Eropa. Artinya Jepang punya kemampuan senjata yg seimbang
dengan lawan2nya. Indonesia kan belum punya………..
2.
Nasionalisme
Turki oleh Mustapa Kemal Pasha
Turki sebuah negara Asia di Timur Tengah. Yang sebelumnya
dijuluki “The Sick Man From Europe” berubah menjadi negara modern dan kuat, di
bawah pimpinan Mustapa Kemal Pasha.
3.
Keberhasilan
Revolusi tahun 1911 di China.
Partai Kuomintang pimpinan Sun Yat Sen, berhasil
menggulingkan kekuasaan Dinasti Qing di China dan membuat China menjadi negara
Republik.
4.
Gerakan
kemerdekaan kemanusiaan di India yang dipelopori oleh Mahatma Gandhi. Ajaran Satyagraha,
Ahimsa, Hartal, Swadeshinya mampu menggerakkan rakyat India berjuang bersama
untuk meraih kemerdekaan India dari Inggris.
Inspirasi dari dalam (Internal)
1. Kejayaan masa lalu.
Kejayaan masa lalu berarti berbicara tentang “Indonesia”
yang dulu pernah jaya, ketika masih bernama Majapahit dan Sriwijaya. Kejayaan
itu ingin diulang kembali oleh para pendiri bangsa kita, dan cara satu2nya agar
itu bisa terlaksana adalah dengan mengusir Belanda dari Indonesia.
2. Politik Drainage (Penghisapan)
Penghisapan ini sudah terjadi sejak VOC menguasai
Indonesia, kita dipaksa membayar pajak (Contingenten) dan penyerahan wajib
(Levarantie). Kemudian dipaksa lagi menanam tanaman ekspor (Tanam Paksa),
kemudian kekayaan alam kita dikeruk habis tanpa membagi sedikit pun untuk
orang2 pribumi yg notabene adalah pemilik itu semua. Ahhhh, saya emosi sambil
nulis poin yg ini, pengen marah tapi ahhhh yasudahlah,,,,,
3. Diskriminasi Rasial.
Kebijakan ini juga sangat menyakitkan. Pada zaman Belanda,
di Indonesia ada tiga lapisan masyarakat yaitu EROPA > TIMUR ASING baru
PRIBUMI. Seperti biasa kita selalu terbawah. Kita tidak dianggap sepenuhnya sebagai seorang
manusia merdeka, pemilik Indonesia kala itu.
4. Munculnya Golongan terpelajar.
Munculnya golongan terpelajar sudah dibahas di atas.
Politik Etis memungkinkan orang-orang Indonesia kala itu, meskipun terbatas
jumlahnya menikmati bangku sekolah hingga Perguruan Tinggi.
Pada
akhirnya semua faktor di atas, internal maupun dari luar, mendorong sebuah
Pergerakan Nasional yang dimotori oleh anak-anak muda terpelajar Indonesia.
Mereka membentuk organisasi atau perkumpulan yang tujuan akhirnya adalah
Indonesia merdeka. Kita akan melihat 3 organisasi pertama yang berdiri di Indonesia
yang dianggap sebagai “Inspirator” berdirinya organisasi-organisasi pergerakan
nasional lainnya di Indonesia.
A. Boedi Oetomo.
Organisasi ini didirikan pada tanggal 20 Mei 1908. Semula
berawal dari kampanye mengumpulkan beasiswa untuk anak-anak di JAwa oleh Mas
Ngabehi Wahidin Soedirohusudo. Gerakan ini berkembang ketika Wahidin bertemu
dengan beberapa anak muda pelajar STOVIA (Sekolah Dokter) salah satunya
SOETOMO. Pada akhirnya mereka bersepakat membuat satu organisasi yg dinamakan
Budi Utomo (Budi/kebijaksanaan yg utama), dengan Sutomo sebagai ketuanya.
Organisasi
ini bergerak dalam bidang Pendidikan. Pada mulanya anggotanya adalah mahasiswa
kedokteran di STOVIA, namun nanti berkembang dan memiliki banyak anggota dari
berbagai kalangan terutama para priyayi (pejabat2 daerah).
Pada
perkembangannya, Budi Utomo didominasi oleh kaum Priyayi dan ruang geraknya
sangat terbatas yaitu dalam bidang pendidikan. Para kaum muda yang menginginkan
gerakan yang lebih “keras” yaitu memperjuangkan kemerdekaan Indonesia pada
akhirnya keluar dari Budi Utomo. Pda tahun 1924 Soetomo pun pada akhirnya
keluar dan mmebuat organisasi baru yg disebut Indonesische Studie Club dan
berkembang lagi menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI).
Hingga pada akhirnya Budi Utomo melebur/bergabung ke dalam PBI hingga
membentuk PARINDRA (Partai Indonesia Raya) pada tahun 1935. Bisa dikatakan
dengan bergabungnya Budi Utomo ke dalam organisasi lain, berakhir pulalah
riwayatnya sebagai sebuah organisasi.
Namun yang terpenting dari semua itu adalah,
Budi Utomo telah mengawali sebuah gerakan menuju kemerdekaan dalam bentuk
organisasi. Pemerintah Indonesia akhirnya menetapkan hari kelahiran Budi Utomo
20 Mei sebagai Hari KEBANGKITAN NASIONAL.
B. Sarikat Islam.
Bermula dari Sarikat Dagang Islam (SDI) di
Kota Solo, bentukan Haji Samanhudi pada tahun 1911. SDI bergerak dalam bidang
ekonomi, yaitu memperjuangkan nasib para pedagang batik pribumi di Solo dalam
menghadapi persaingan dengan pedagang China.
Setahun kemudian SDI berubah nama menjadi
Sarekat Islam (SI) dan dipimpin oleh Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto.
Perubahan nama ini ternyata untuk memperluas jangkauan organisasi, sehingga yg
menjadi anggotanya tidak hanya para pedagang tapi dari semua kalangan masyarakat.
Organisasi ini menentang segala macam bentuk penindasan dan kesombongan
rasialis (merendahkan ras/bangsa tertentu).
Berikut tujuan didirikannya SI
1.
Mengembangkan
jiwa dagang
2.
Memberikan
bantuan kepada anggota2 yg mengalami kesulitan
3.
Memajukan
pengajaran/pendidikan dan semua yg mempercepat naiknya derajat bumiputra (orang
pribumi)
4.
Menentang
pendapat2 yg keliru tentang Islam.
SI merupakan salah satu organisasi massa yang memiliki
anggota yang banyak. Karena sifatnya yang terbuka untuk semua kalangan
masyarakat juga pengaruh kepemimpinan Tjokroaminoto yang dikenal sebagai ahli
pidato dan berkharisma.
SI juga
melengkapi organisasinya dengan sebuah Koran yang disebut Oetoesan HIndia.
Koran ini merupakan Surat Kabar milik SI. Satu kali Surat Kabar Niews
Van Dag, tahun 1915, menuliskan bahwa “Orang Jawa, sangat primitif dan
sifatnya seperti anak2, nakal, tak seimbang, malas, tidak dapat dipercaya,
sehingga tidak dapat mengatur diri sendiri”.
SI, melalui Surat Kabarnya, Oetoesan Hindia mengajukan protes kepada Pemerintah
Belanda, dan menuntut agar penulisnya diproses secara hukum.
Namun pada perkembangannya, SI
disusupi oleh anggota yang berpaham Komunis. SI cabang Kota Semarang, di bawah
pimpinan Semaun dan Darsono merupakan pelopor masuknya
paham komunis ke dalam SI. Pada akhirnya SI terbelah menjadi dua yaitu SI Merah (yg
sudah terpengaruh paham Komunis) dan SI Putih (SI yg persis seperti pertama
kali didirikan). Pada akhirnya disiplin partai dilakukan. Para anggota SI yang sudah
komunis, dikeluarkan nantinya mereka membentuk PKI (Partai Komunis Indonesia).
Perpecahan ini menjadi salah satu
penyebab melemahnya kekuatan SI dibandingkan dengan sebelumnya. Hingga pada
pada tahun 1930 SI dirubah menjadi Partai Politik yaitu Partai Sarikat Islam
Indonesia.
C.
Indische Partij
Jika
ditanyakan apa organisasi pergerakan yang paling “berani” di awal-awal pergerakan
nasional? Mungkin jawabannya adalah Indische Partij (IP) Organisasi ini
didirikan pada 25 Desember 1912, oleh Tiga Serangkai, Douwes Dekker, Tjipto
Mangunkusumo dan Ki Hadjar Dewantara.
Douwes
Dekker sejak lahirnya merupakan seorang Indo (atau setengah eropa, setengah
pribumi), dlam perjalanan hidupnya, dia melihat perlakuan diskriminatif Orang
Eropa totok terhadap pribumi dan Indo. Menurutnya Semua orang harus berada pada
posisi yang sama tidak dilihat dari suku atau rasnya.
Untuk
memperjuangkan pemikirannya ini dia melakukan perjalanan di Pulau JAwa untuk
berkampanye, dia bertemu dengan Tjipto Mangunkusumo dan Ki HAdjar Dewantara,
bersama mereka mendirikan organisasi ini. Pada perkembangannya IP memiliki
banyak cabang dan anggota, yg terdiri dari golongan Indo dan pribumi.
Tujuan
utama IP adalah membangun patriotism semua INDIERS terhadap tanah air yg telah
memberikan lapangan hidup kpd mereka. Semua orang harus bekerjasama memajukan
Hindia untuk persiapan menuju kemerdekaan. Semboyan IP yg terkenal adalah INDIE
VOOR INDIER (Indonesia untuk orang Indonesia). Maka bisa dikatakan organisasi
ini bergerak dalam bidang politik.
Karena
bergerak dalam bidang politik, IP tidak diberikan izin oleh Pemerintah Belanda.
Meskipun tidak diberikan izin IP tidak berhenti mewujudkan cita-citanya. Hal ini
bisa dilihat dari peristiwa pada tahun 1913. Pada saat itu di Indonesia akan
diadakan pesta peringatan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari Penjajahan
Prancis.
Perayaan
ini tentu saja melukai hati rakyat Indonesia yang justru dijajah oleh Belanda. Dan
parahnya, Belanda memungut uang dari rakyat sebagai biaya perayaan tersebut. Ki
Hadjar Dewantara menulis sebuah artikel dengan judul “Als i keens Nederlander Was”
(Andaikan aku seorang Belanda). Artikel ini merupakan sebuah sindirian pedas
kepada Belanda. Yang seperti tidak punya rasa bersalah dan kepekaan terhadap
orang Indonesia.
MERAYAKAN KEMERDEKAAN BELANDA
DI TANAH YANG DIJAJAH OLEH BELANDA. DI MANA LOGIKANYA ITU????
ITU SAMA SEPERTI MERAYAKAN
MUZIZAT KESEMBUHAN DI TENGAH2 RUMAH SAKIT YG DIPENUHI PASIEN YANG TINGGAL
MENGHITUNG HARI.
Akibat sepak terjang tokoh2 IP ini dianggap membahayakan
pemerintah Belanda, pada akhirnya mereka bertiga diasingkan ke Belanda. Pengasingan
ini membuat IP kehilangan pemimpin dan akhirnya mengalami kemunduran…
Komentar
Posting Komentar