PAS XII WAJIB IPA-IPS




1.        Pemberontakan PKI di Madiun.

Peristiwa ini berawal dari keputusan Indonesia untuk menyetujui hasil Perundingan Renville. Dalam hasil perundingan tersebut, Indonesia kehilangan banyak wilayah penting dan harus memberikannya kepada Belanda. Selain itu pasukan Indonesia harus pindah dari wilayah yang sudah diberikan kepada Belanda ke wilayah yang dikuasai oleh Indonesia. Intinya adalah banyak pihak yang kecewa terhadap hasil perundingan tersebut.
            Perdana Menteri Amir Syarifudin yang menjadi wakil Indonesia dalam Perundingan Renville jatuh dan digantikan oleh Hatta. Selama Hatta menjadi Perdana Menteri, beliau banyak membuat kebijakan yang tidak disukai lawan politiknya, salah satunya merasionalisasi dan merekontruksi angkatan perang.
Salah satunya adalah mantan Perdana Menteri Amir Syarifudin yang membentuk FDR (Front Demokrasi Rakyat). FDR menuntut agar Hatta membatalkan Perjanjian Renville. FDR semakin percaya diri dengan kembalinya salah satu tokoh Komunis Indonesia yg selama ini ada di Uni Soviet (Rusia) yaitu Musso. Musso dan FDR mengkritik kebijakan Hatta dan Presiden Soekarno yang dianggap lemah dan mau diajak berunding oleh Belanda. Yang sangat disayangkan adalah PKI membuat kekacauan di beberapa kota besar di Indonesia seperti Solo dan menghasut buruh pabrik untuk mogok kerja.
Berita ini langsung disambut kemarahan Bung Karno. Melalui Radio Bung Karno menyampaikan agar rakyat memilih untuk ikut Musso atau Soekarno-Hatta, dan pada akhirnya rakyat lebih banyak mendukung Soekarno. Panglima Besar Sudirman menugaskan Kolonel Gatot Subroto dan Kolonel Sungkono untuk menumpas pemberontakan tersebut melalui GOM (Gerakan Operasi Militer). Dengan dukungan rakyat dan tentara akhinya pada 30 September 1948 kota Madiun berhasil dikuasai oleh TNI dan Musso berhasil ditembak mati, Amir Syarifudin juga berhasil ditangkap dan akhirnya dihukum mati.   

2.    Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia
Selain menimbulkan pemberontakan Madiun, hasil Perjanjian Renville juga menimbulkan penolakan dari kalangan pemimpin Islam yaitu Kartosuwiryo. Kartosuwiryo merupakan salah satu pemimpin tentara di Jawa Barat. Sudah sejak lama Kartosuwiryo mendambakan berdirinya sebuah negara Islam di Indonesia. Namun pada perkembangannya Kartosuworyo mendukung Indonesia di bawah Presiden Soekarno yg menjadi negara nasional bukan negara Islam.
 Namun setelah Indonesia memutuskan menerima Perjanjian Renvile, Kartosuwiryo berubah haluan. Dia dan 4000 pasukannya menolak untuk meninggalkan Jawa Barat, sebagai salah satu isi dari Perjanjian Renvile, Akhirnya Kartosuwiryo mendirikan Negara Islam Indonesia dan membentuk Tentara Islam Indonesia pada bulan Februari 1949.
            Kedua tindakan ini tentu saja merupakan tindakan makar atau pemberontakan terhadap Pemerintah RI. Akhirnya pemerintah mengirimkan TNI untuk menumpas pemberontakan ini. Selain tindakan militer, pemerintah juga sudah mengirimkan utusan yaitu Moh.Natsir untuk membujuk Kartosuwiryo agar kembali ke pangkuan Ibu pertiwi namun tetap ditolak. Akhirnya perang tak bisa dihindarkan lagi, TNI memburu pasukan TII dengan menggunakan taktik pagar betis yaitu dengan menggunakan ribuan tenaga rakyat untuk mengepung markas TII di sebuah gunung. Selain itu juga digunakan strategi operasi tempur Bharatayudha. Akhirnya setelah waktu yang lama, yaitu 4 Juni 1962, Kartosuwiryo berhasil ditangkap dan dihukum mati. 

3.    NII di Jawa Tengah.
Ternyata NII di Jawa Barat menginspirasi berdirinya NII di daerah lain salah satunya di Jawa Tengah.  Jika di Jawa Barat dipimpin oleh Kartosuwiryo, di JAwa Tengah dipimpin oleh Amir Fatah. Dideklarasikan pada tanggal 23 Agustus 1949, Fatah juga sekaligus mendeklarasikan Tentara Islam Indonesia. Pemerintah juga menurunkan personel TNI untuk menumpas pemberontakan ini pada tahun1954 NII Jawa Tengah ini berhasil ditumpas.


5.    NII/TII di Aceh.
Pada bulan agustus 1950, RIS dibubarkan, Indonesia kembali menjadi negara berbentuk kesatuan yaitu NKRI. Pemerintah mengeluarkan kebijakan penyederhanaan administrasi pemerintahan.  Salah satunya adalah penurunan status beberapa daerah. Aceh yang sebelumnya berbentuk Daerah Istimewa turun menjadi karesidenan (setingkat kabupaten)di bawah Provinsi Sumatera Utara. Tentu saja kebijakan ini mendapat penolakan dari warga Aceh, salah satunya Gubernur Militer Aceh yaitu Daud Beureuh. Dia menuntut agar Aceh diberikan otonomi khusus, sebagai daerah istimewa karena merupakan daerah
            Akhirnya pada tanggal 20 September 1953, ia memproklamasikan Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia pimpinan Kartosuwiryo.  Setelah itu Beureueh dan pasukannya melakukan gerakan untuk menguasai kota-kota di Aceh dan menjelek2kan pemerintah RI. Pada akhirnya TNI diturunkan untuk memadamkan pemberontakan ini dan perang jadi berlarut-larut.
            Pada akhirnya Soekarno dan Hatta megnadakan perundingan dengan Beureuh. Agaknya strategi ini berhasil, pada tahun 1961 Beureuh turun gunung dan menyatakan kembali bergabung dengan NKRI.  

6.    PRRI/Permesta.
Pemberontakan ini diawali karena ketidakpuasan sebagian pemimpin militer di daerah akan ketimpangan pembangunan di pusat dan daerah. Akhinrya mereka membentuk Dewan2 Militer Daerah seperti Dewan Banteng di Sumatera Barat (Kolonel Achmad Husein), Dewan Gajah di Medan (Kolonel Simbolon), Dewan Garuda di Sumatera Selatan (Letkol Barlian) dan Dewan Manguni di Manado (Kolonel Ventje Sumual).
Puncaknya 10 Februari 1958 diadakan rapat raksasa di Padang yang dihadiri pemimpin Dewan-Dewan Militer tadi.  Ketua Dewan Banteng, Achmad Husein menyampaikan ultimatum kepada pemerintah pusat :
1.    Dalam waktu 5x24 jam Kabinet Juanda menyerahkan mandat kpd Presiden
2.    Presiden menugaskan Hatta dan Hamengkubuwono IX membentuk Kabinet baru
3. Meminta Presiden kembali kepada kedudukannya sebagai Presiden Konstitusional.

Tentu saja tuntutan ini ditolak oleh pemerintah pusat.  Pemerintah akhirnya memecat secara tidak hormat pemimpin2 Dewan Militer tersebut.Akhirnya 15 Februari 1958 Achmad Husein memproklamasikan berdirinya Pemerintahan Revolusionel Republik Indonesia (PRRI) dengan Syarifudin Prawiranegara sebagai Perdana Menterinya.
Proklamasi ini mendapat dukungan dari Kolonel DJ Somba di Sulawesi. Dia menyatakan Sulawesi Utara dan Tengah bergabung dengan PRRI dan memutuskan hubungan dengan Pemerintah RI. Akhirnya pemerintah melakukan operasi militer yg disebut Operasi 17 Agustus yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Ahmad Yani untuk menumpas pemberontakan PRRI ini.  Ternyata pemberontakan ini mendapat dukungan dari Amerika Serikat, buntinya sebuah Pesawat Perang Amerika tertembak jatuh oleh pasukan Indonesia. PEsawat ini dikendalikan oleh Alan Pope. Pada akhirnya pemberontakan PRRI seperti tidak mendapat dukungan dan akhirnya para pemimpinnya menyerahkan diri kepada TNI.

7.    Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)
Pada tahun 1950 setahun setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia melalui Konfrensi Meja Bundar (KMB), Indonesia masih berbentuk RIS atau negara serikat yang terdiri dari negara-negara bagian. Namun pada tahun 1950 negara-negara bagian itu ingin bergabung dalam bentuk negara kesatuan bukan serikat. 
            Keinginan ini ditentang oleh beberapa pihak, salah satunya dari gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). APRA dipimpin oleh salah seorang tentara Belanda bernama Kapten Raymond Westerling. Pada saat itu beredar mitos di  masyarakat akan datangnya Ratu Adil yang akan menyelamatkan rakyat setelah bertahun2 susah akibat perang berkepanjangan. Nah tentara ini bertujuan untuk meyakinkan rakyat bahwa merekalah Ratu Adil itu, padahal tujuan sebenarnya dari gerakan itu adalah mempertahankan negara Pasundan  dan APRA menjadi tentaranya, agar tidak bergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
23 Januari 1950 dengan kekuatan 800 personel tentara, APRA menyerbu Kota Bandung dan secara ganas membunuh anggota APRIS (tentara Indonesia Serikat) yang mereka jumpai. Mereka juga berhasil menduduki markas TNI dan membunuh Letnan Kolonel Lembong. 
Pemerintah segera bereaksi, tentara APRIS lain dikirimkan ke Bandung untuk melumpuhkan upaya pemberontakan tersebut. Pada akhirnya APRIS berhasil     melumpuhkan APRA, sayangnya Westerling berhasil kabur ke luar negeri, hingga meninggalnya.
8.    Pemberontakan Andi Azis
Tidak hanya di Jawa Barat di daerah Sulawesi yang dulu bergabung dalam Negara Indonesia Timur (bagian dari RIS) juga terjadi pro kontra tentang pembubaran RIS menjadi bentuk negara kesatuan.  Akhirnya terjadi demonstrasi antara kelompok pro kontra tersebut, sampai kemudian TNI (APRIS : Angkatan Perang REpublik Indonesia Serikat), menurunkan pasukannya untuk mengamankan situasi di Sulawesi. Kedatangan pasukan TNI dari Jawa tersebut mengancam kedudukan   kelompok pendukung RIS tersebut. Akhirnya mereka bergabung ke dalam Pasukan Bebas di bawah pimpinan Kapten Andi Azis.
5 April 1950 Kapten Andi Azis dan pasukannya menyerang markas TNI di Makassar, mereka berhasil menguasai Lapangan Udara, Pusat Telekomunikasi, Pos Militer. Atau dengan kata lain Andi Azis dan pasukannya sudah berhasil mengambil alih Makassar. Pemerintah mengeluarkan instruksi agar dalam waktu 4 x 24 jam Andi Azis harus menyerah dan melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.  Namun Andi Azis tidak melapor hingga waktu yang ditentukan habis, TNI mengirimkan pasukan lain di bawah Komando Kolonel A.E. Kawilarang untuk menumpas pemberontakan itu, pada akhirnya Andi Azis dan pasukannya berhasil ditangkap dan diadili.

10. Republik Maluku Selatan.
Oke ini yang terakhir, NIT (Negara Indonesia Timur) mencakup seluruh kepulauan Sulawesi dan Maluku, kecuali Irian Jaya, karena menurut KMB, IRian akan dibicarakan setahun setelah KMB. NIT punya seorang Jaksa Agung bernama Christian Robert Steven Soumokil untuk mudahnya kita singkat saja Soumokil. 
Ternyata Soumokil bergabung ke dalam Pasukan Bebas pimpinan Andi Azis, namun ketika pasukan Andi Azis behasil ditangkap, Soumokil berhasil melarikan diri ke Ambon, Maluku dan memproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS) pada tanggal 25 April 1950.

Pemerintah memilih jalur damai untuk mengatasi pemberontakan ini. Dengan mengirimkan tokoh Maluku bernama dr.Leimena untuk mengadakan diplomasi dan pembicaraan dengan Soumokil, namun ditolak.  BUkannya berdamai Soumokil malah meminta dukungan kepada BElanda dan Amerika Serikat untuk mengakui RMS.Karena upaya Diplomasi gagal, pemerintah mengirimkan tentara untuk memadamkan pemberontakan, dipimpin oleh Kolonel Kawilarang dan berhasil.


Masa Demokrasi Liberal di Indonesia (1950-1959)
            Demokrasi Liberal atau Demokrasi Parlementer merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sistem pemerintahan yang digunakan oleh Indonesia pada kurun waktu tahun 1950-1959.  Pada masa ini Indonesia menggunakan UUD 1950 Sementara dan sistem pemerintahan Parlementer. Artinya Kabinet bertanggungjawab kepada parlemen (DPR) bukan kepada Presiden. Kabinet dipimpin oleh seorang Perdana Menteri, sementara itu Presiden hanya berfungsi sebagai symbol saja.
            Pada zaman Demokrasi Liberal (Parlementer) ini, kabinet-kabinet yang mengelola pemerintahan sehari-hari tidak berumur panjang, karena di tengah jalan dijatuhkan oleh Mosi Tidak Percaya partai-partai politik yang ada di Parlemen (DPR). Berikut beberapa kabinet yang pernah memerintah dalam kurun waktu tahun 1950-1959 tersebut.
1.      KAbinet Natsir.
Kabinet ini mempunyai program utama mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi, namun masih gagal. Oleh karena dianggap gagal, muncul mosi tidak percaya dari Parlemen, hingga kabinet ini jatuh dan mengembalikan mandate kepada Presiden Soekarno.
2.      Kabinet Sukiman.
Setelah Kabinet Natsir jatuh, Soekarno menunjuk Sukiman Wirjosanjojo untuk membentuk kabinet baru, untuk kemudian kabinet ini sering disebut Kabinet Sukiman. Kabinet ini juga pada akhirnya jatuh karena Kabinet ini dianggap menodai kebijakan politk luar negeri bebas aktif dengan cara menerima bantuan militer dan ekonomi dari Amerika Serikat yang disebut MSA (Mutual Security Act). AKhinrya kabinet ini jatuh dan Sukiman mengembalikan mandat kepada Soekarno.
3.      KAbinet Wilopo
Setelah kabinet Sukiman jatuh, SOekarno menunjuk Wilopo membentuk kabinet baru. Kabinet ini menghadapi situasi ekonomi negara yang sangat sulit. JUga banyaknya pemberontakan di Sumatera dan Sulawesi. Namun yang paling pelik adalah soal peristiwa Tanjung Morawa. Di mana aparat keamanan dengan kekerasan mengusir petani yang menggarap tanah perusahaan DPV di Tanjung MOrawa, 5 orang petani tewas. Akibat peristiwa ini, muncul mosi tidak percaya dan kabinetnya jatuh.
4.      Kabinet Ali Satroamijoyo I
Akhirnya Soekarno menunjuk Ali Sastroamijoyo membentuk kabinet baru.  Pada masa ini terjadi pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan dan Aceh. NAmun pada masa ini pula Indonesia berhasil menyelenggarakan event internasional yaitu Konfrensi Asia Afrika di Bandung.
Pada masa pemerintahan Kabinet ini juga dikenal kebijakan ekonomi Ali-Baba yang berarti pengusaha non pribumi (baba) membantu pengusaha pribumi (Ali) supaya mampu bresaing, dengan cara diberikan pelatihan2 menjadi staf. Intinya pemerintah berharap pengusaha pribumi bekerjasam dengan pengusaha non pribumi. Sebagai imbalannya pemerintah memberi lisensi dan bantuan kredit kepada pengusaha non pribumi. Tapi pada akhirnya program ini gagal karena pengusaha pribumi hanya dijadikan alat untuk mendapat bantuan kredit dari pemerintah.
Kabinet ini jatuh karena persoalan pergantian kepemimpinan di lingkungan TNI AD, dan juga karena dianggap tidak mampu mengelola ekonomi Indonesia. Akhirnya Ali mengembalikan mandate kepada Soekarno.
5.      Kabinet Burhanudin Harahap.
Pada masa pemerintahan kabinet ini diselenggarakan Pemilihan Umum pertama sejak Indonesia merdeka. Pemilu dilakukan sebanyak 2 kali. 29 Seetmber 1955 untuk memilih anggota DPR, dan 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Dewan Konstituante.  PNI,MASYUMI, NU dan PKI menjadi 4 besar pemenang Pemilu ini.   Kabinet ini dianggap berhasil melakukan tugasnya menyelenggarkan pemilu. Karena itu perlu dibentuk kabinet baru, karena tugasnya sudah selesai. 
6.      Kabinet Ali II
Kabinet ini jatuh karena banyaknya pembeontakan dan tuntutan dari daerah terutama Dewan-Dewan militer yang ada di daerah. Akhirnya Ali menyerahkan mandate kepada Presiden.
7.      Kabinet Juanda.
Ini meupakan kabinet terakhir di masa Demokrasi Liberal.  Kabinet ini disebut juga kabinet ZAKEN (Ahli) karena mayoritas diisi menteri-menteri dari kalangan professional bukan anggota partai.  Kabinet ini mempunyai tugas utama menyelesaikan persoalan pemberontakan di daerah.  Hingga dilakukan MUNAS (Musyawarah pembangunan nasional) untuk mendengarkan usulan atau aspirasi dari daerah. Namun upaya ini gagal, bahkan padamasa kabinet ini juga terjadi upaya pembunuhan terhadap Presiden Soekarno. Peristiwa in terjadi pada saat Soekarno sedang menjemput anak2nya di Perguruan Cikini, Jakarta Pusat. Namun pada saat kabinet ini pulalah Indonesia berhasil memberikan sumbangan kepada dunia internasional tentang hukum perbatasan laut antar negara yang dikenal dengan DEKLARASI JUANDA. Yaitu bagaimana cara mengukur wilayah laut suatu negara dari daratannya. 

Demokrasi Terpimpin. (1959-1967)

Demokrasi Terpimpin adalah sebutan untuk zaman di mana Indonesia berada di bawah kekuasaan Presiden Soekarno sejak Juli 1959 hingga 1967. Pak, bukankah Soekarno menjadi presiden sejak tahun 1945? Mengapa zaman Demokrasi Terpimpin mulai dihitung sejak tahun 1959?.
Zaman Demokrasi Terpimpin juga merupakan istilah ketika Indonesia dipimpin oleh Soekarno sebagai Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan. Sedangkan mulai bulan November 1945-Juli 1959 Soekarno hanya sebagai Kepala Negara atau simbol saja, tanpa wewenang apapun dalam jalannya pemerintahan sehari-hari.
Sejak 17 Agustus 1950, Indonesia menganut sistem Demokrasi Liberal atau Demokrasi Parlementer. Di mana pemerintahan sehari-hari dipimpin oleh seorang Perdana Menteri.  Sejak tahun 1950-1959 sudah ada sekitar 7 perdana menteri yang hampir setiap tahun berganti karena berbagai persoalan. Sebut saja, Natsir, Ali Sastroamijoyo, hingga Djuanda.  (Lihat atas)
Melihat situasi politik yang sangat tidak stabil ini. Soekarno menawarkan sebuah konsepsi untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Intinya konsepsi Soekarno ini menginginkan 3 hal : 1, sistem demokrasi liberal perlu diganti dengan sistem demokrasi terpimpin, 2 perlu dibentuk kabinet gotong royong dan 3. Perlu dibentuk dewan nasional. 
Situasi politik pada akhir Demokrasi Liberal yang semakin tidak menentu  membuat Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit pada tanggal 5 juli 1959 yang isinya :
A.    Pembubaran Konstituante
B.     Tidak berlakunya UUD 1950 (Sementara) dan berlakunya kembali UUD 1945.
C.     Pembentukan MPRS dan DPAS

Dekrit ini langsung mendapat dukungan dari Angkatan Darat. Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal AH. NAsution bahkan memerintahkan kepada seluruh jajaran tentara Angkatan Darat untuk melaksanakan dan mengamankan Dekrit tersebut. Mahkamah Agung malah menguatkan Dekrit ini artinya sah secara hukum.  
             Dengan diterbitkannya Dekrit tersebut, berakhirlah masa Demokrasi Liberal di Indonesia. Digantikan oleh sistem Demokrasi Terpimpin. UUD 1950 (Sementara) tidak digunakan lagi, Indonesia kembali menggunakan UUD 1945.  
            Dengan digunakannya kembali UUD 1945, Presiden Soekarno bertindak sebagai Kepala Pemerintahan sekaligus Kepala Negara. Indonesia memasuki zaman di mana kekuasaan Soekarno sangat besar, semua kekuasaan terpusat di Soekarno.
Setelah Dekrit dikeluarkan Kabinet Juanda dibubarkan, kemudian diganti Kabinet Kerja. Setelah kabinet baru dibentuk, dibentuk pula Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).  Anggotanya ditunjuk dan dipilih oleh presiden.  MPRS diketuai oleh Chaerul Saleh dengan tugas menetapkan GBHN (Garis Besar Haluan Negara).
Kemudian dibentuk pula DPAS (Dewan Pertimbangan Agung ) yang nantinya mengusulkan Pidato Presiden berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”  (yang dibacakan sebagai pertanggungjawaban atas dikeluarkannya Dekrit tahun 1959) menjadi Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Setelah itu dibentuk pula Front Nasional taitu sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita proklamasi dan UUD 1945. Front ini diberi tugas untuk 1. menyelesaikan revolusi Indonesia, 2. melaksanakan pembangunan nasional dan 3. mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Indonesia. Demikian beberapa lembaga negara yang dibentuk pada masa-masa awal Demokrasi Terpimpin.

Kebijakan Soekarno pada zaman Demokrasi Terpimpin.
  
1.       Integrasi Irian Barat.

“Irian Barat akan dikembalikan kepada Indonesia setahun setelah KMB ditandatangani”.
Demikianlah salah satu isi dari Konfrensi Meja Bundar yang dilaksanakan pada tahun 1949. Namun setelah setahun berlalu Belanda belum juga memberikan Irian Barat kepada Indonesia. Pada zaman Demokrasi Liberal (1950-1959) pemerintah Indonesia sudah berkali-kali melakukan diplomasi terkait dengan hal tersebut. Selain diplomasi Indonesia juga melancarkan serangkaian konfrontasi ekonomi dan politik.
Konfrontasi ekonomi pada tahun 1957 dilakukan dengan cara
1.      Melakukan mogok buruh di perusahaan Belanda,
2.      Melarang penerbangan Belanda
3.      Memboikot kepentingan-kepentingan Belanda di Indonesia.

Cara-cara ini teryata belum berhasil, Indonesia menambahkan kofrontasi politik dengan cara memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda. Namun cara-cara di atas belum juga berhasil. Belanda masih menunda untuk mengembalikan Irian Barat ke Indonesia. Soekarno juga berpidato di PBB yang diberi judul “TO BUILD WORLD A NEW “
Pada tahun 1960, Soekarno memutuskan untuk menghentikan cara-cara diplomasi. Soekarno mengutus Jenderal AH Nasution untuk meminta bantuan senjata dari Amerika Serikat.  Namun permintaan tersebut ditolak. Akibatnya mata Indonesia beralih ke Uni Soviet. Kali ini pendekatan berhasil, Indonesia berhasil mendapatkan bantuan dengan total US$ 400 juta dalam bentuk peralatan militer.
Adanya persediaan militer ini akhirnya membawa Indonesia kepada konfrontasi total. Pada perkembangan selanjutnya Belanda ditekan oleh Amerika Serikat untuk segera menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia karena khawatir pengaruh komunis menguasai Indonesia. Akhirnya Irian secara resmi kembali ke Indonesia pada tahun 1969. 


2. Konfrontasi dengan Malaysia.

            Pada tahun 1961, muncul keinginan negara-negara bekas jajahan Inggris di Malaya, SIngapura dan Kalimantan Utara untuk bergabung dalam sebuah Federasi Melaysia. Indonesia di bawah Presiden Soekarno merasa tidak nyaman dengan keadaan ini. Soekarno merasa bahwa keinginan tersebut bukanlah lahir dari rakyat di sana, melainkan strategi Inggris untuk bisa menguasai Asia Tenggara lagi.
            Bung Karno dan para pemimpin negara Asia Tenggara lain seperti Filiphina menginginkan sebuah Referendum atau jajak pendapat untuk melihat apakah semua rakyat di Malaya, Singapura, Sabah dan Serawak setuju untuk bergabung ke dalam Federasi Federasi Malaysia pada tanggal 16 September 1963 (Singapura, Malaya, Sabah, Serawak). Malaysia.  Namun ternyata Referendum itu tidak dilakukan secara benar, terjadi kecurangan dan manipulasi sehingga yang menang adalah yg menyatakan mendukung terbentuknya Federasi Malaysia. Hal ini diikuti oleh pengumuman berdirinya
            Bung Karno semakin marah, dia memutuskan untuk melakukan konfrontasi terhadap Malaysia. Slogan Ganyang Malaysia saban hari biasa didengar pada masa-masa itu. Soekarno memutuskan untuk membentuk Komando Mandala Siaga yang   juga menyerukan perintah yang dikenal sebgai Dwikora
1.      Perhebat ketahanan Revolusi Indonesia
2.      Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Serawak dan Brunai untuk membubarkan negara boneka Malaysia.

Akhirnya pasukan Indonesia berserta relawan dikirim untuk melakukan serangan ke Malaysia. Hubungan Indonesia dan Malaysia sangat buruk pada zaman Demokrasi Terpimpin. Indonesia memutuskan hubungan diplomatic dengan Malaysia pada tahun 1963. Setelah itu, pada tahun 1965, Januari, Indonesia memutuskan untuk keluar dari PBB karena Malaysia diterima sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.  Dan Bung Karno membentuk PBB tandingan yang disebut CONEFO (Confrence of New Emerging Forces).

3.    Asean Games IV dan Ganefo.
Pada tahun 1960 Indonesia diberikan kepercayaan untuk mempersiapkan perhelatan Asian Games ke IV pada tahun 1962, dan Jakarta sebagai tuan rumahnya.  Bung Karno tidak main2 untuk mempersiapkan segala sesuatunya yang terkait dengan event olahraga internasional ini. Beliau memutuskan untuk membangun kompleks olahraga yang sekarang diberi nama Gelora Bung Karno. Namun ketika Asian Games dilangsungkan pada tahun 1962, Indonesia menolak visa atlet dari Taiwan dan Israel.   
            Hal ini mendapatkan protes dari komite olimpiade internasional (IOC). Indonesia dianggap mencampuradukkan masalah politik ke dalam event olahraga. Meskipun akhinrya Asian Games sukses dilangsungkan, Indonesia dikeluarkan dari keanggotaan IOC. Bung Karno merasa tidak peduli dengan hal ini. Beliau malah membentuk event olahraga tandingan setingkat Olimpiade yang disebut Ganefo (Games of New Emerging Force) GANEFO ini merupakan salah satu politik mercusuar Bung Karno atau politik Gagah-gagahan.

(NEFO (New Emerging Forces) adalah istilah Bung Karno untuk menyebut kelompok negara-negara baru merdeka di Asia dan Afrika yang menolak penjajahan negara-negara kapitalis dan imperialis yang disebut OLDEFO atau old emerging force) pimpinan Amerika Serikat dan Inggris).
           
Namun pada 01 oktober 1965 terjadi peristiwa penculikan dan pembunuhan terhadap 6 Jenderal pimpinan Angkatan Darat di Jakarta. Sejak saat itu, situasi politik semakin tidak jelas. Angkatan Darat menyatakan bahwa PKI merupakan dalang di balik peristiwa berdarah tersebut.  Sejak saat itu hingga beberapa tahun sesudahnya para simpatisan dan anggota PKI di seluruh Indonesia ditangkap dan banyak di antara mereka dihukum mati.


            Setelah peristiwa G 30 S, sedikit demi sedikit dukungan kepada Soekarno sebagai Presiden Indonesia semakin berkurang.  Pasca peristiwa penculikan sekaligus pembunuhan terhadap 6 jenderal Angkatan Darat tersebut dan aksi kudeta dari kelompok yang menamakan dirinya Dewan Revolusi, keadaan di dalam negeri menjadi penuh ketidakpastian.
Angkatan Darat sebagai pihak yang paling “dirugikan” dalam peristiwa itu memberikan reaksi. Hal ini tentu saja dikarenakan ke-6 Jenderal yang diculik dan terbunuh itu merupakan pucuk pimpinan tertinggi Angkatan Darat. Angkatan Darat langsung melakukan pencarian terhadap korban G 30 S tersebut.  Semua korban akhirnya dapat ditemukan di sebuah kampung bernama Lubang Buaya, Jakarta TImur sekarang.
Setelah peristiwa tersebut, muncul desas desus bahwa PKI lah yang memainkan peran sebagai dalang di balik persitiwa berdarah tersebut, yang hingga kini masih dipertanyakan kebenarannya. Namun fakta sejarah mencatat hampir setengah juta simpatisan dan anggota PKI akhirnya terbunuh karena dianggap merencanakan aksi berdarah tersebut.  Indonesia sangat tidak stabil kondisinya, Soekarno pun tidak mengiyakan TRITURA (bubarkan PKI, turunkan harga dan bersihkan kabinet dari unsur2 PKI). Akibatnya situasi politik semakin tidak tentu, demonstrasi meluas sampai ada mahasiswa tertembak yaitu Arief Rahman Hakim, seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Pada perkembangannya Soeharto sebagai salah seorang perwira tinggi Angkatan Darat yang tidak menjadi sasaran dari penculikan dan pembunuhan mampu mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. Soeharto menjadi semakin kuat posisinya setelah pada 11 Maret 1966, Basuki Rachmat, Amir Machmud dan M.Yusuf, 3 jenderal kepecayaan Soeharto menemui Presiden Soekarno di Istana Bogor.
Hasilnya Soekarno memberikan sebuah Surat Perintah (dikenal kemudian dengan Surat Perintah Sebelas Maret) yang isinya sebuah perintah kepada Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat untuk menjamin keamanan dan ketertiban, sekaligus menjamin keamanan Presiden Soekarno, ajarannya dan keluarganya. Bahkan ketika Soekarno masih jadi Presiden, Soeharto sebagai pengemban SUPERSEMAR dipercaya sebagai Presidium (semacam Perdana Menteri) Kabinet baru yang disebut Kabinet Ampera dengan Program Catur Karya :
1.      Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan
2.      Melaksanakan Pemilihan Umum
3.      Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif
4.      Melanjutkan perjuangan anti kolonialisme dan imperialisme.  

Berbekal SUPERSEMAR yang ditafsirkan sendiri olehnya, Soeharto melakukan hal-hal yang dianggapnya menjawab tuntutan masyarakat kala itu. Dia kemudian membubarkan PKI dan menangkap 15 Menteri2 Kabinet Dwikora II karena dianggap mendukung G 30 S. Maka bisa dikatakan selama tahun 1966-1967 terjadi dualisme kepemimpinan di Indonesia, satu pihak Soeharto dan di pihak lain Soekarno.
Namun pada perkembangannya pidato pertanggungjawaban Soekarno yang dibacakan di hadapan MPRS berjudul Nawaaksara (Sembilan pokok masalah). Dalam pidatonya Soekarno sama sekali tidak menyinggung tentang peristiwa G 30 S. Soekarno pernah diminta MPRS untuk melengkapi isi pidato pertanggungjawabannya, namun setelah dilengkapi MPRS masih meraasa belum puas.
Pada akhirnya, bulan Maret 1968, MPRS menetapkan Soeharto sebagai pengemban SUPERSEMAR menjadi Presiden untuk menggantikan Soekarno. SUPERSEMAR dikukuhkan melalui TAP MPR no IX/MPRS/1966, dan menetapkan PKI sebagai organisasi terlarang di Indonesia melalui TAP MPR XXV/MPRS/1966.  

Kebijakan-kebijakan Orde Baru……….
Setelah dilantik oleh MPRS sebagai Presiden, Soeharto dan pemerintahan barunya yang lebih dikenal dengan Orde Baru, mencanangkan Trilogi pembangunan yaitu
1.      Pertumbuhan ekonomi yang tinggi
2.      Keberhasilan pengentasan kemiskinan
3.      Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pembangunan Indonesia pada masa Orde Baru dilakukan dalam tahapan-tahapan yng disebut dengan Pembangunan Lima Tahun atau PELITA Pemerintah merencankan pembangunan dalam kurun waktu 25 hingga 30 tahun ke depan, Pelita I dan II menitikberatan pada sector Industri dan Pertanian. Peita ini dilakukan hingga Pelita ke VI. 
Namun perjalanan pemerintahan ini tidak semulus yang dibayangkan. Selalu ada kritik dan demontrasi atas kebijakan pemerintah, salah satunya demontrasi pada tahun 1974 sebagai protes terhadap dominasi ekonomi Jepang di Indonesia. Demontrasi ini juga dikenal dengan istilah Peristiwa Malari.
Secara garis besar kebijakan Orde Baru dalam menjaga stabilitas politk antara lain :
1.      Membubarkan dan melarang kegiatan PKI
2.      Membuat kebijakan DWI FUNGSI ABRI yaitu memberikan fungsi lain bagi ABRI dalam bidang militer dan Politik.
3.      Penyederhanaan Partai Politik (hanya ada 2 partai yaitu PDI dan PPP serta satu organisasi masyarakat yaitu GOLKAR)
4.      Membatasi kebebasan Pers.

Pada masa Orde Baru juga dilakukan Penataran (seminar) Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) untuk menyatukan pemahaman rakyat tentang Pancasila.  Serta program yang dinilai snagat berhasil yaitu pengendalian penduduk melalui program Keluarga Berencana (KB). 
Akhir dari Pemerintahan Orde Baru.
            Pada intinya Pemerintahan Orde Baru mampu menjaga stabilitas ekonomi dan politik. Ekonomi bertumbuh, pembangunan jalan, irigasi, pendidikan dilakukan, investasi asing semakin banyak masuk ke Indonesia dsb. Namun perekonomian dunia mengalami gejolak sekitar tahun 1997. Indonesia yang merupakan bagian dari ekonomi dunia menerima dampaknya. Krisis ekonomi di Thailand yang terjadi pada tahun 1997, berimbas ke Indonesia. Nilai Kurs Rupiah jatuh hingga 16.000 per Dollar Amerika, Banyak perusahaan bangkrut dan mem-PHK karyawannya, UMKM banyak yg tutup dan bangkrut, Bank-Bank bangkrut dan bermasalah, Indonesia juga harus menandatangani pinjaman dana dari IMF yang menyebabkan pengeluaran dan utang negara semakin besar. 
            Krisis ekonomi ini menjadi pemicu terjadinya gelombang protes dari rakyat di seluruh tanah air, terutama di Jakarta. Beberapa tahun sebelumnya juga sudah terjadi protes dan demonstrasi dari berbagai elemen rakyat menuntut diadakannya sejumlah perbaikan dalam sistem kenegaraan Indonesia. Hal ini diakibatkan oleh terlalu besarnya pengaruh negara, terutama militer dalam pemerintahaan dan kehidupan rakyat, pelanggaran HAM, korupsi (KKN) dan berbagai kasus lain.   
Puncaknya, Krisis Ekonomi tahun 1998, menjadi pemicu demontrasi ribuan rakyat terhadap pemerintahan Soeharto. Mereka menganggap Soeharto tidak mampu lagi memimpin Indonesia, mereka menuntut dilakukannya Reformasi dengan agenda :
1.      Bubarkan Orde Baru dan Golkar
2.      Hapuskan Dwifungsi ABRI
3.      Hapuskan KKN
4.      Tegakkan Supremasi Hukum, HAM dan Demokrasi

Akhirnya rakyat yang dimotori oleh mahasiswa turun ke jalan, hingga puncaknya pada tanggal 12 Mei 1998, terjadi bentrok antara aparat keamanan dengan mahasiswa. Akibatnya 4 mahasiswa Universitas Trisakti Kejadian ini membuat gerakan demonstrasi semakin besar, kekacauan dan penjarahan semakin marak, terutama terhadap etnis Tionghoa. Banyak pusat perbelajaan milik mereka dijarah oleh massa, suasana benar-benar di luar kendali.
            Demonstran akhirnya menuntut DPR/MPR untuk menggelar sidang istimewa agar Soeharto diturunkan dari jabatan Presidennya. Mahasiswa sampai berhari2 menduduki gedung wakil rakyat tersebut. Pada akhirnya kondisi politk Indonesia sedikit lebih stabil setelah pada 21 Mei 1998, Soeharto memutuskan untuk berhenti dari jabatannya sebagai Presiden.

            Reformasi dan Kejadian Pentingnya
Setelah Soeharto berhenti, sesuai Amanat UUD 1945, Presiden yang berhalangan tetap dan tidak bisa lagi melakuan tugasnya sebagai Presiden, aan digantikan oleh Wakilnya. Akhirnya BJ HABIEBIE, Wakil Presdien kala itu dilantik menjadi Presiden
            Agenda utama Habibie adalah memenuhi tuntutan Reformasi dari Rakyat. Istilah ABRI kemudian dihilangkan. Diganti menjadi TNI (Angkatan Darat, Laut dan Udara) dan POLRI (Kepolisian Republi Indonesia). Dwifungsi ABRI dicabut, Fraksi ABRI di DPR/MPR dihapuskan. Habibie juga mengeluarkan UU tentang otonomi daerah soal perimbangan keuangan daerah dan pusat. Pada masa Habibie juga diadakan Pemilu pertama setelah Reformasi. Kebebasan Pers mulai diberikan dan Lembaga Kepresidenan lebih menerima jika dikritik, sesuatu yang tidak ada pada masa Orde Baru.
            PDI Perjuangan bentukan Megawati Soekarno Putri berhasil menjadi pemenang dalam Pemilu tahun 1999 tersebut.  Namun pada perkembangannya, laporan pertanggungjawaban Habiebie ditolak oleh MPR, sehingga dia harus merelakan jabatan Presidennya dicabut. Penolakan ini terutama diakibatkan oleh lepasnya Timor-timur dari Indonesia  melalui Referendum tahun 1999.
Beliau kemudian digantikan oleh Abdurahman Wahid (Gus Dur) yang berhasil memenangkan pemilihan Presiden pada tahun 1999. Abdurahman Wahid masih menlanjutkan agenda Reformasi dan terkenal karena kebijakannya yang kontroversial. Salah satunya membubarkan Departemen Sosial dan Departemen Penerangan. Karena menurutnya Departemen Sosial menjadi sarang korupsi, dan Departemen Penerangan terlalu mengekang kebebasan pers dan kebebasan berpendapat rakyat. Beliau juga dikenal sebagai tokoh yang pluraslis. Mengakui Imlek, juga mengubah nama Irian menjadi Papua, untuk mengakomodir kepentingan rakyat Indonesia di Papua. 
Namun beliau hanya menjabat selama 1 tahun 7 bulan, karena peristiwa politik dan dugaan keterlibatan beliau pada skandal Bruneigate dan Buloggate, yang hingga sekarang tidak mampu dibuktikan. Namun MPR telah menetapkan Megawati Soekarno Putri, Wakil Presiden kala itu untuk menggantikan Gusdur sebagai Presiden RI.
Pada zaman Megawati dibentuk KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan beliau berhasil menyelenggarakan Pemilu Presiden Langsung untuk pertama kalinya yaitu tahun 2004.Megawati juga dikenal mengganti nama Provinsi Aceh menjadi Nanggroe Aceh Darusallam.  Pada masanya juga terjadi aksi heroik dari masyarakat Indonesia atas kasus Sipadan dan Ligitan yang pada saat itu menjadi bahan sengeketa antara indonesia dan Malaysia.  
Pada pemilihan Presiden langsung 2004, Megawati dikalahan oleh Calon Presiden dari Partai Demokrat yaitu Susilo Bambang Yudhoyono, yang menjadi Presiden Pertama hasil pilihan rakyat langsug dan Jusuf Kalla sebagai wakilnya.
SBY melakukan banyak kebijakan antara lain mengkonversi minyak ke Gas, pengurangan subsidi BBM, PNPM Mandiri dan Jamksesnas dan Bantuan Langsung Tunai. Namun pada zamannya pula terjadi kasus yang besar yaitu Skandal bank century yang sampai hari ini belum terselesaikan. SBY menjabat hingga tahun 2014, untuk kemudian digantikan oleh Presiden Joko Widodo dan jusuf Kalla sebagai wakilnya.  Reformasi masih menyisakan beberapa keburukan antara lainnya kebebasan yang terlalu besar yang diberikan kepada masyarakat untuk berpendapat, akibatnya terjadi euphoria yang banyak menimbulkan penyebaran berita buruk dan fitnah.


Komentar

Postingan Populer